Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.
Dari masuknya Indonesia dalam poros ekonomi BRICS, disepakatinya kerja sama bebas tarif bagi produk Indonesia ke negara-negara Uni Eropa, hingga keputusan final tarif impor 19% yang dikenai Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia.
Ada yang lempeng, ada pula yang alot dalam proses perundingannya. Untuk masuk poros ekonomi BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, jalan Indonesia termasuk lempeng mengingat aliansi itu didominasi oleh kelompok negara berkembang. Menariknya, kelompok negara itu mewakili sekitar 40% populasi dunia, hampir menguasai seperempat produk domestik bruto (PDB) secara global.
Begitu pula dengan perdagangan luar negeri ke Uni Eropa. Meski sempat berlarut-larut pembahasannya hingga 10 tahun, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) akhirnya disepakati. Kesamaan nasib membuat pembahasan kali ini berlangsung kilat mengingat Indonesia dan Uni Eropa sama-sama kena tarif impor yang teramat tinggi dari Amerika Serikat (AS).
Jika jalan negosiasi untuk dua kerja sama itu terbilang mulus, tak demikian saat Indonesia berhadapan dengan AS. Alot, bahkan beberapa kali Indonesia harus bermanuver agar AS tak bisa seenaknya mendikte Indonesia.
Hasil yang didapat pun tak sepenuhnya bikin hati nyaman. AS akhirnya menurunkan tarif impor untuk Indonesia, dari 32% menjadi 19%. Timbal baliknya, produk-produk AS ke Indonesia tak kena tarif apa pun.
AS beralasan masih tingginya defisit neraca dagang dari Indonesia membuat 'Negeri Paman Sam' tetap harus memberlakukan tarif impor. Indonesia bisa bebas tarif impor jika mau membangun pabrik di AS, demikian syarat yang diajukan Presiden Donald Trump.
Adilkah hasil yang didapat bagi kedua negara dari perundingan itu? Pemeo lama mengatakan, prinsip dasar perundingan ialah jalan untuk berbagi kemenangan, bukan kemenangan mutlak salah satu pihak. Kemenangan itu dibagi rata agar tiap pihak sama-sama senang, tentunya diikuti dengan berbagi kewajiban yang harus dipenuhi para pihak.
Jika melihat hasil deal dengan AS, tentu tetap ada rasa tidak puas bagi kita. Semua negara pasti mengharapkan produk mereka kompetitif dan bisa diserap pasar secara sama. Jika ada komoditas unggulan AS yang bisa masuk Indonesia tanpa hambatan tarif, begitu pula mestinya 'Negeri Paman Sam' memberlakukan produk unggulan kita.
Namun, prinsip yang sama bisa saja tumbuh dalam benak pemerintahan Trump. Jika model perdagangan kedua negara sama-sama tanpa tarif, mestinya hasilnya seimbang. Jikapun ada selisih, selisih itu tidak jomplang. AS melihat bahwa dengan pengenaan tarif 19% itu keseimbangan neraca dagang bisa dicapai setelah bertahun-tahun surplus untuk kita dan defisit bagi mereka.
Namun, sulit rasanya bila tiap-tiap pihak tak mau beringsut dari sikap masing-masing. AS sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia jelas ingin memproteksi ekonomi mereka. Bagi AS, khususnya Trump, kesepakatan perdagangan bebas dunia lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Karena itu, mereka dengan santai keluar dari kesepakatan perdagangan bebas sembari mengobarkan perang tarif.
Bagi Indonesia, tidak banyak pilihan. Tetap melawan dengan risiko babak belur atau berunding demi agar tidak muncul kerusakan yang lebih parah. Kita akhirnya memilih untuk berunding, alih-alih berkonfrontasi.
Karena itu, apa yang telah dicapai lewat perundingan dengan AS ialah pilihan terbaik di antara yang buruk-buruk. Kini, tinggal bagaimana kita mengawal putusan itu sembari mencari jalan agar kita tak melulu bergantung pada segelintir tempat dalam memasarkan produk-produk unggulan kita. Di tengah tatanan dunia yang dipenuhi dengan ketidakpastian, ketidakadilan, dan ketidakseimbangan, yang dibutuhkan ialah kecerdasan dalam bertindak dan kecakapan berdiplomasi.
Kita memang telah berhasil memangkas tarif timbal balik AS, tapi masih teramat dini untuk mengeklaim kemenangan. Kita masih tetap harus bekerja keras mencerdaskan diplomasi, memperbaiki negosiasi, dan cerdas membuat diversifikasi karena kerja masih jauh dari kata selesai.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved