Hapus Mental Memalak Proyek

15/5/2025 05:00

MENGEMIS atau meminta jatah proyek hampir menjadi sebuah kelaziman di negeri ini. Bahkan saat masih menjabat, Presiden Joko Widodo pernah mengingatkan agar kebiasaan seperti itu diakhiri karena bisa berakibat fatal bagi iklim berusaha di negeri ini.

Namun, peringatan tersebut tidak banyak mengubah mental meminta-minta seperti itu. Buktinya, sekelompok orang yang mengaku pengusaha berbaju Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Cilegon, Banten, meminta jatah kepada China Chengda Engineering Co Ltd (CCE), investor asal Tiongkok, dalam proyek pembangunan pabrik milik PT Chandra Asri Alkali, anak usaha Chandra Asri Group, di Cilegon. Jumlahnya pun tidak main-main, mereka minta jatah Rp5 triliun. Tanpa tender pula.

Proyek pabrik yang akan memproduksi 400 ribu ton soda kaustik padat dan 500 ribu ton ethylene dichloride (EDC) per tahun itu memang tidak main-main. Pembangunan proyek ini masuk dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) dengan nilai total Rp17 triliun.

Minta jatah proyek, kalau tidak mau disebut pemalakan, jelas sangat disesalkan. Hal itu bisa memberi efek negatif terhadap iklim investasi di negeri ini, khususnya di Cilegon, Banten.

Kasus ini juga menunjukkan dunia investasi di negeri ini belum baik-baik saja. Iklim investasi belum benar-benar aman. Aksi premanisme ternyata tidak hanya dilakukan oleh preman sesungguhnya, melainkan juga ormas dan preman berkerah putih. Jika keamanan dan kenyamanan investor belum terjaga, rasanya sulit untuk menarik investasi dari luar.

Kasus di Cilegon ini bisa menjadi pelajaran bagi Kadin Indonesia untuk membenahi anggotanya. Kadin harus membina anggotanya untuk meningkatkan kemampuan (capacity building), jangan hanya gencar meminta proyek dan bagi-bagi proyek.

Apa kemampuan yang bisa ditawarkan oleh para pengusaha tersebut? Hal itu pula yang dipertanyakan manajemen Chengda, investor asal Tiongkok tersebut, kepada perwakilan Kadin Cilegon yang menemui mereka. Karena nilai proyek yang fantastis, tentu hasil dan mutunya harus betul-betul terjamin. Proyek pun tidak bisa diserahkan asal-asalan atau tanpa melalui tender seperti yang diminta para pengusaha Cilegon tersebut.

Di sisi lain, kasus ini juga semestinya membuka mata pemerintah bahwa ada hal-hal yang perlu ditata dalam relasi industrial antara investor dan pengusaha lokal. Pemerintah jangan hanya sibuk merayu investor dari luar, tetapi lupa membangun hubungan ini.

Apalagi, pemerintah telah memiliki Satgas Percepatan Investasi yang salah satu tugasnya ialah mempercepat pelaksanaan kerja sama antara investor dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) sesuai Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021.

Semestinya satgas ini bisa menjembatani komunikasi antara pengusaha lokal dan investor. Dengan demikian, bisa terjalin komunikasi yang baik di antara mereka. Apalagi ada organisasi resminya, yakni Kadin.

Toh di antara belasan triliun rupiah nilai proyek tersebut, ada proyek-proyek kecil yang bisa ditangani pengusaha lokal. Jangan sampai ada proyek triliunan rupiah di depan mata, pengusaha lokal hanya bisa gigit jari sebab semua pekerjaan diborong mitra investor asing. Ini juga penting diperhatikan.

Akan tetapi, bukan dengan cara meminta jatah, apalagi bergaya memalak. Itu bukan memberi karpet merah, melainkan menyiapkan 'kapak merah' yang justru membuat investor lari.

 



Berita Lainnya