Antikorupsi tidak Cukup Janji

15/2/2025 05:00

ANGKA bisa menipu mata. Angka bisa membuat seolah-olah ada kemajuan yang patut dirayakan, padahal jika dicermati secara jernih, belum terlihat ada perkembangan. Skor indeks persepsi korupsi (IPK) 2024 menjadi contoh tentang pentingnya membaca angka secara teliti dan hati-hati.

Skor IPK Indonesia memang naik 3 poin menjadi 37 dari tahun sebelumnya yang stagnan di angka 34. Kenaikan itu tampak cemerlang jika hanya membandingkan dengan IPK satu tahun terakhir. Namun, lonjakan 3 poin menjadi kehilangan signifikansi jika dibandingkan dengan IPK 2019.

Ketika itu, Indonesia pernah mencatatkan kenaikan skor IPK secara signifikan dengan torehan nilai 40 dan berhak menempati posisi ke-85 dari 189 negara. Sementara itu, dengan skor IPK 2024 yang 37, Indonesia berada di urutan ke-99 dari 180 negara yang diukur.

Perbandingan di atas tentu tidak dimaksudkan untuk meniadakan capaian kenaikan skor IPK pada 2024. Sebaliknya, publik ingin mengingatkan kepada para pemangku kepentingan bahwa tidak cukup kuat untuk menyimpulkan pemberantasan korupsi di Indonesia sedang dalam kondisi yang baik-baik saja atau sudah di rel yang amat benar.

Upaya membandingkan dengan masa lalu membantu kita lebih objektif dalam menilai kondisi saat ini. Bahwasanya Indonesia belum kembali ke titik yang pernah dicapai sebelumnya. Negeri ini bahkan masih jauh dari target yang sempat dicanangkan, yakni meraih skor IPK di angka 50.

Oleh karena itu, kita harus mengatakan bahwa ada begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Presiden Prabowo Subianto selaku panglima pemberantasan korupsi. Apalagi ada penurunan skor pada tiga sumber data IPK 2024.

Indikator pertama ialah penggunaan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi. Kedua, korupsi politik yang melibatkan tiga rumpun kekuasaan. Ketiga, penyuapan kegiatan bisnis seperti ekspor, impor, dan perolehan kontrak publik masih marak terjadi.

IPK 2024 memang naik, tetapi ketiga indikator tersebut juga sangat krusial untuk diperbaiki. Penggunaan anggaran negara seharusnya diperuntukkan kepentingan rakyat, jangan disalahgunakan oleh pejabat untuk keuntungan pribadi.

Korupsi yang melibatkan eksekutif, legislatif, dan yudikatif sangat merusak sendi-sendi demokrasi sehingga tentu saja harus bisa dibasmi. Situasi di dunia usaha juga mesti dibuat transparan, mudah, dan pasti. Jangan ada ruang gelap dan kotor yang malah menghambat sektor bisnis.

Sejauh ini Prabowo sudah menunjukkan sikap yang pro terhadap pemberantasan korupsi. Ia berang ketika ada terdakwa kasus korupsi divonis rendah. Prabowo juga berjanji akan menindak siapa pun yang tidak sejalan dengan prinsip pemerintahan yang bersih dari korupsi dan penyelewengan. Ultimatum itu disampaikan saat menghadiri acara 102 tahun Nahdlatul Ulama di Jakarta, 5 Februari lalu.

Penegasan itu kembali disampaikan dalam Forum International World Government Summit 2025 yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (13/2). Prabowo berjanji akan menggunakan segala kewenangannya untuk memberantas praktik korupsi yang levelnya sudah sangat mengkhawatirkan.

Namun, janji hanyalah janji sampai ia akhirnya mewujud dalam tindakan. Publik kini menanti akankah skor IPK pada tahun-tahun mendatang terus membaik, bahkan sampai menembus angka 50 seperti yang pernah ditargetkan. Tanpa itu, janji yang telah terucap akan berakhir menjadi ilusi.

 

 



Berita Lainnya