Menghormati Pilihan Koalisi

16/10/2024 05:00

RUMUS dasar dalam kehidupan berpolitik yang kebanyakan berlaku ialah prinsip siapa mendapatkan apa. Politik praktis pun dipersepsikan sebagai ajang tukar-menukar. Ada permintaan dukungan di satu sisi, berharap imbal balik dari dukungan yang diberikan di sisi lain.

Imbal balik itu jenisnya beragam. Ada yang kini dikenal sebagai politik uang. Dukungan dikonversi dengan uang atau proyek. Ada juga politik balas budi. Dukungan diberikan untuk menanam budi yang akan dipanen suatu saat kelak.

Politik semacam inilah yang kerap menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi. Kekuasaan diperdagangkan untuk keuntungan pribadi. Ujung-ujungnya, publik akan makin tidak percaya terhadap politisi dan institusi politik.

Akan tetapi, praktik politik tidak melulu berpola seperti itu. Dalam praktik politik yang positif, dukungan diberikan karena keyakinan akan digunakan demi kebaikan bersama. Tidak ada transaksi terkait uang ataupun yang mengikat dalam relasi politik semacam itu.

Gambaran positif seperti itulah yang kini diharapkan terjadi dan tersaji pada aksi partai-partai atau pihak-pihak yang mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Baik mereka yang memilih bergabung dalam kabinet maupun yang memutuskan berada di luar kabinet.

Kita mengapresiasi mereka yang memilih bergabung di kabinet dengan niat mulia, yakni berikhtiar sekuat tenaga demi kemajuan bangsa. Kita juga angkat topi untuk partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran yang memilih jalur di parlemen atau memperkuat dukungan melalui rekomendasi pemikiran.

Partai NasDem, misalnya, menyatakan mendukung penuh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan memilih untuk tidak berada dalam kabinet pemerintahan ke depan. Dengan demikian, NasDem yang menjadi bagian pemerintahan memilih untuk tidak berada di dalam pemerintah.

Langkah itu bukan berarti tidak siap berkontribusi. Justru dengan memilih berada di luar kabinet, kontribusi yang diberikan bisa lebih leluasa. Praktik politik di luar kelaziman ini juga sekaligus bisa menjadi pendidikan politik yang baik bagi publik bahwa kontribusi tidak melulu dikonversi dalam bentuk kursi menteri. Baik pilihan untuk berada di kabinet maupun di luar kabinet sama-sama baik dan strategis.

Apalagi, tantangan ke depan, khususnya di bidang ekonomi, tidak ringan. Ketidakpastian global, ancaman krisis pangan dan krisis energi, juga urusan ketegangan geopolitik ialah fakta tumpukan tantangan itu.

Belum lagi di dalam negeri, kita menghadapi merosotnya jumlah kelas menengah. Selain itu, tantangan bagaimana menaikkan daya beli masyarakat dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi, juga memperkuat kohesi sosial.

Beragam tantangan itu amat membutuhkan kolaborasi. Karena itu, spirit kolaborasi dan semangat memberi kontribusi tidak boleh disekat hanya dengan urusan di dalam atau di luar kabinet.

Yang paling utama ialah bila memilih duduk di dalam kabinet, jadilah teknokratik sejati. Jangan sekadar numpang lewat tanpa meninggalkan jejak penting bagi pemerintahan. Bila memilih di luar kabinet, jadilah pendukung sejati dengan terus-menerus memberikan sumbangsih pemikiran dan rekomendasi brilian.

Bila spirit kolaboratif seperti itu yang dijalin, harapan menggenggam kemajuan bukanlah mimpi di siang bolong. Ia cita-cita nyata dan bukan bualan belaka.

 



Berita Lainnya