Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PENYUSUNAN perundang-undangan kini tak ubahnya ibarat permainan sulap. Ketika pembuat undang-undang, baik pemerintah maupun DPR sudah berkehendak, maka tak butuh waktu lama untuk mengegolkannya. Bahkan, dilakukan dengan skema 'simsalabim'.
Segala aturan dan ketentuan proses legislasi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) tidak lagi dihiraukan. Semua prinsip dalam proses legislasi seperti akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi diterabas.
DPR dan pemerintah selalu kompak untuk merevisi undang-undang dengan cepat, minim partisipasi bermakna dari publik, dan akhirnya tidak jarang menghasilkan sejumlah ketentuan baru yang memicu kontroversi. Proses legislasi dengan prinsip kejar tayang juga akan membuat kualitas legislasi kedodoran.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Pengesahan revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan UU Kementerian Negara menjadi refleksi sebuah beleid yang dibahas kilat dengan tenggat yang sangat singkat. Jika revisi UU Kementerian Negara hanya membutuhkan waktu pembahasan sehari pada Senin (9/9), begitu pun dengan revisi UU Wantimpres yang juga dikebut dalam sehari pada keesokan harinya.
Kilatnya proses legislasi jelas membuat prosesnya dipertanyakan. Semestinya, dalam penyusunan sebuah aturan perundang-undangan, ada naskah akademik dan pelibatan publik yang luas sehingga publik memahami landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis di balik perumusan undang-undang.
Ditambah dengan absennya partisipasi publik dalam penyusunan dua beleid tersebut, kian lengkaplah aksi menerabas ketentuan dalam pembuatan undang-undang. Padahal, partisipasi publik sangat penting sebagai perwujudan demokrasi substantif, mencegah legislasi bermasalah, dan meminimalkan dampak buruk. Semestinya, revisi atau pengesahan undang-undang didasarkan pada kepentingan luas publik yang sangat mendesak, bukan sekadar kepentingan para elite.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa pengesahan revisi UU Kementerian Negara dan revisi UU Wantimpres yang tanpa melibatkan partisipasi publik mencerminkan politik legislasi yang dihasilkan tidak benar-benar mencerminkan kebutuhan, kepentingan, serta keinginan masyarakat.
Betapa sialnya nasib bangsa ini, ketika undang-undang yang memang dibutuhkan justru ditelantarkan nasibnya. Misalnya, undang-undang tentang perampasan aset, undang-undang tentang pelindungan pekerja rumah tangga, ataupun undang-undang tentang masyarakat hukum adat, yang tak menarik bagi DPR untuk mengegolkan. Padahal, usulan terbitnya undang-undang itu sudah bergulir bertahun-tahun.
Sulit bagi kita untuk tidak mengatakan bahwa DPR dan pemerintah memang lebih mendahulukan kepentingan mereka jika dibandingkan dengan kebutuhan rakyatnya. UU Kementerian Negara dan UU Wantimpres amat gamblang ditujukan untuk mengakomodasi bagi-bagi kepentingan jangka pendek elite kekuasaan.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Perubahan UU Kementerian negara dibutuhkan pemerintahan mendatang untuk menggemukkan kabinet. Tujuan serupa juga melatarbelakangi revisi UU Wantimpres dengan menghapus batasan jumlah anggota Wantimpres.
Elite politik, baik itu di legislatif maupun eksekutif, seakan berkongsi untuk memperbanyak kursi kekuasaan, yang dampaknya tentu akan membebani keuangan negara. Anggaran bakal tersedot untuk urusan yang tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.
DPR seakan lupa pada peran mereka sebagai lembaga perwakilan rakyat. Aspirasi rakyat seharusnya menjadi roh utama dalam setiap kerja mereka. Semestinya pantang bagi DPR mengabaikan apalagi menentang aspirasi pemilik sejati mandat.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved