Firli, Berhentilah

23/11/2023 21:00

KASUS dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri memasuki babak baru. Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli sebagai tersangka pada Rabu (23/11) setelah melalui 47 hari masa penyidikan, 3 kali panggilan pemeriksaan dengan 2 kali mangkir, dan 2 kali gelar perkara.

Tidak tanggung-tanggung, Polda Metro Jaya menjeratnya dengan tiga pasal berlapis sekaligus. Firli dikenai Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu pun terancam hukuman paling berat penjara seumur hidup.

Penetapan Firli sebagai tersangka patut diapresiasi karena telah memberikan kepastian hukum sehingga kasus yang merusak nalar publik itu tidak kian berlarut-larut. Merusak nalar karena 'komandan' lembaga antikorupsi yang semestinya meminpin agenda pemberantasan korupsi malah terbukti melakukan korupsi.

Makin ironis lagi karena beberapa jam sebelumnya, Firli baru saja mendapat penghargaan Anugerah Reksa Bandha terkait pencegahan korupsi yang diberikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ironi tersebut akan semakin menjadi-jadi bila dengan statusnya kini sebagai tersangka korupsi, Firli tak segera mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua KPK.

Ia bisa saja mencontoh pejabat negara yang lain yang enggan mundur meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, seperti Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Syarief Hiariej.  Firli juga bisa berlindung di balik asas praduga tak bersalah. Namun, kiranya sangat tidak elok kalau sekelas Ketua KPK rela menggadaikan hati nurani dan rasa malunya demi mempertahankan jabatan.

Di sisi lain, dengan status Firli sebagai tersangka korupsi yang ancaman pidananya seumur hidup, polisi juga mestinya tak perlu segan untuk segera melakukan penahanan. Polisi tak bisa lagi berlambat-lambat seperti sebelum penetapan Firli sebagai tersangka.

Jika polisi bergerak lambat, terus terang publik akan khawatir karena dengan kewenangan yang amat besar sebagai pimpinan KPK, Firli bisa memanfaatkannya untuk menghilangkan barang bukti. Ia juga bisa melarikan diri kapan saja.

Tak cukup sampai di situ, Presiden Joko Widodo juga seharusnya tidak boleh berpangku tangan dalam kasus Firli ini. Jika Firli ngotot tidak mau mundur atau polisi tidak segera menahan Firli, Presiden punya kewenangan memecat atau memberhentikan sementara.

Di UU KPK jelas disebut pimpinan KPK yang ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari jabatannya. Pemberhentian itu ditetapkan dengan keputusan presiden (keppres). Dengan dasar sekuat itu, masa Presiden tidak berani memecat ketua KPK?

Gerak cepat Presiden Jokowi dan kepolisian dalam kasus Firli ini sangat dinantikan untuk mengembalikan muruah KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Kiranya sungguh tidak elok bila lembaga antirasuah yang bertugas menyapu bersih tindak korupsi justru dipimpin seseorang dengan status tersangka korupsi.



Berita Lainnya