Sosialisasi Pemilu Rasa Kampanye

01/8/2023 21:00

PEMILU adalah pertarungan kekuasaan. Lazimnya sebuah pertarungan atau pertandingan, ia tentu harus ada aturannya, tidak boleh suka-suka atau semena-mena agar berlangsung adil dan setara. Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu mengeluarkan aturan, termasuk mengenai tahapan atau periode kampanye yakni pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Hal itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.

Dalam Pasal 79 aturan tersebut mengenai sosialisasi dan pendidikan politik, pada ayat 1 dikatakan partai politik peserta pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik peserta pemilu sebelum masa kampanye.

Dalam hal pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, parpol dilarang memuat unsur ajakan, mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik partai dengan menggunakan metode penyebaran bahan kampanye kepada umum, memasang alat-alat peraga kampanye di tempat umum, atau media sosial yang memuat tanda gambar dan nomor urut parpol.

Namun, yang terjadi di lapangan belakangan ini, para kontestan, baik untuk pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden, seolah tak menghiraukan aturan itu. Mereka mencuri start dengan berlomba-lomba memikat calon pemilih. Spanduk, umbul-umbul, dan baliho yang memuat wajah para bacaleg dari sejumlah parpol beserta nomor urutnya bertebaran dan menyesaki ruang publik. Begitu pun dengan aksi dukung-mendukung bacapres yang terus bermunculan di sejumlah daerah. Berbagai lembaga survei pun tak mau ketinggalan, ikut-ikutan merilis elektabilitas para bakal calon kontestan.

Masa kampanye pemilu yang singkat yakni cuma 75 hari jika dibandingkan dengan di Pemilu 2019 yang 203 hari, tentu tidak boleh dijadikan alasan oleh para kontestan untuk menyalahi aturan. KPU sebagai penyelenggara pemilu mestinya juga tidak diam. Lembaga ini bisa meminta Badan Pengawas Pemilu menegur mereka yang terbukti melanggar aturan.

Pemilu bukan semata pertarungan untuk meraih kekuasaan. Ia juga merupakan sarana pendidikan politik untuk rakyat. Apa jadinya jika pelaksanaan pemilu berjalan ugal-ugalan dan sesukanya, tanpa menghiraukan segala aturan. Pendidikan politik dan kualitas demokrasi macam apa yang mau dihasilkan dari proses kontestasi semacam ini?



Berita Lainnya