Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BUAT apa kita membanggakan laju pembangunan yang seolah cepat, tetapi di baliknya masih ada ketimpangan yang menganga? Buat apa kita suka memamerkan data-data perekonomian yang seakan cantik, tetapi realitasnya kemiskinan masih menjadi sahabat rakyat?
Pertanyaan-pertanyaan itu tak lekang oleh waktu. Ia terus ada hingga sekarang kendati banyak pihak yang membungkus dan menutupinya dengan rupa-rupa pencapaian.
Data dan angka statistik yang kerap disebarkan pemerintah memang bisa membuat kita silau, terpukau, bahwa bangsa ini telah maju pesat. Yang terkini, misalnya, Indonesia disebutkan kembali ke kelompok negara berpendapatan menengah ke atas. Atau, Presiden Jokowi berulang kali menyatakan pertumbuhan ekonomi negeri ini tetap tinggi ketika banyak negara lain yang masih terkapar akibat serangan pandemi covid-19.
Pemerintah sering pula memamerkan pencapaian pembangunan infrastruktur. Sekian ribu kilometer jalan tol, sekian puluh bandara atau pelabuhan, sekian banyak bendungan, waduk, embung, dan sejenisnya terus dikampanyekan sebagai bentuk keberhasilan mereka. Belum cukup, pemerintah juga bangga dengan proyek prestisius semisal kereta cepat Jakarta-Bandung.
Masuk jajaran negara berpendapatan menengah ke atas memang bagus. Mati-matian membangun infrastruktur memang baik. Ngebet dengan megaproyek agar diakui sebagai negara modern boleh juga. Namun, apalah gunanya jika di balik semua itu masih ada persoalan yang lebih penting, lebih mendesak, untuk diselesaikan, yakni ketimpangan.
Banyak data dan angka bahwa ketimpangan masih parah. Berdasarkan laporan World Inequality Report 2022, misalnya, kelompok 50% terbawah hanya memiliki 5,46% dari total kekayaan ekonomi Indonesia pada 2021. Angka itu lebih buruk daripada 2001 sebesar 5,86%.
Lalu pada 2021, 10% penduduk terkaya di Indonesia menguasai 60,2% ekonomi nasional. Angka itu naik tajam ketimbang 2001 sebesar 57,44%.
Perihal pendapatan sama saja. Pendapatan kelompok 50% terbawah hanya Rp22,6 juta per tahun pada 2021. Sebaliknya, kelompok 10% teratas memiliki pendapatan sebesar Rp285,07 juta per tahun.
Data yang dilansir Badan Pusat Statistik juga menyedihkan. Pada September 2022, tingkat ketimpangan penduduk Indonesia sebesar 0,381. Angka ini turun 0,003 poin ketimbang rasio gini Maret 2022, tetapi tak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan September 2021. Data BPS pada Maret 2023 mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran naik menjadi 0,388 pada Maret 2023 jika dibandingkan September 2022.
Data dari Lembaga Penjamin Simpanan pun membuat kata layak mengurut dada. Disebutkan, simpanan di atas Rp5 miliar meningkat 4,9% per YoY pada Januari 2019 atau sebelum pandemi menjadi 0,6% YoY per Maret 2023. Sebaliknya, simpangan di bawah Rp10 juta melambat.
Seabrek data tersebut menjelaskan sekaligus menegaskan bahwa pembangunan cenderung dinikmati orang-orang berpunya. Merekalah yang menguasai perekonomian negeri ini. Dengan kata lain, yang kaya semakin kaya yang miskin tetap atau bahkan kian miskin. Inilah fakta yang tak terbantahkan bahwa pembangunan tak dibarengi dengan pemerataan, pembangunan terus mengabaikan keadilan.
Pada konteks itu, kita sepakat dengan apa yang disampaikan bakal calon presiden Anies Baswedan pada Rakernas XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Makassar, Kamis (13/7). Dengan menampilkan penampakan di malam hari, dia bicara ketimpangan kota-kota di Indonesia. Dari visualisasi itu, tampak jelas hanya di Jawa yang kelihatan terang. Sebaliknya, di pulau lainnya cuma titik-titik cahaya, bahkan gelap gulita terutama di kawasan Indonesia bagian timur.
Anies ingin menegaskan bahwa ketimpangan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Dia ingin penyakit klasik itu disudahi dengan pembangunan yang berbasiskan pemerataan. Pembangunan ialah keniscayaan. Namun, pembangunan tanpa pemerataan, tanpa keadilan, hanya akan melanggengkan disparitas. Negeri ini butuh perubahan. Negeri ini tidak butuh keberlanjutan ketimpangan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved