Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PETAKA kapitalisme pendidikan tinggi di Indonesia tidak dapat lagi diingkari. Inilah yang terlihat dari fenomena yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH) di kalender akademik baru ini.
Uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan sejumlah PTN BH sangatlah mahal, bahkan melebihi uang kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS). Akibatnya, tidak sedikit calon mahasiswa baru (camaba) yang telah berjuang keras di seleksi nasional yang sulit itu malah patah arang setelah lolos. Sebagian batal kuliah, beralih ke PTS.
Sejak dimulai pada 2012, hingga kini telah 21 kampus menyandang status PTN BH. Sebagian besar kampus-kampus itu ialah yang terbaik di dalam negeri, di antaranya ialah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Brawijaya (Unbraw), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
PTN BH merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Meski tetap mendapat subsidi pendidikan dari negara, status PTN BH membuat kampus dapat menerima dana dari masyarakat. Harapan ideal dari PTN BH ialah kampus dapat meningkatkan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Memang sebagaimana yang terus digembar-gemborkan soal PTN BH, bahkan oleh Mendikbud saat ini, konsep keuangan yang fleksibel itulah yang dianut oleh universitas-universitas terbaik dunia, termasuk Harvard. Namun, yang harus jelas dipahami, pengumpulan dana masyarakat tidak diterjemahkan semata lewat uang kuliah selangit, tetapi kategori utama dana masyarakat di universitas dunia itu berwujud donasi, terutama dari perusahaan dan sosok top dunia. Jika berhasil menggalang donasi, nilainya memang bukan main-main.
Harvard pun, sebagai universitas yang langganan bertengger di peringkat teratas dunia pengumpul donasi, sedikitnya telah meraup US$1 miliar (Rp15 triliun) sejak 2013 -2019, hanya dari donasi internasional. Ditambah lagi dengan berbagai donasi dalam negeri dan juga donasi alumni. Hasilnya, Harvard tidak saja membiayai perkuliahan dan berbagai riset, tetapi juga menghidupi rumah sakit hingga museum mereka.
Impian mencetak PTN BH ala Harvard memang tidak salah. Sebab, bagaimanapun, dana APBN tidak akan cukup untuk menghasilkan pendidikan berkualitas dan sebesar-sebesarnya bagi anak bangsa.
Meski begitu, fenomena uang kuliah selangit menjadi bukti nyata ada kelemahan besar dalam PTN BH di dalam negeri, terutama soal pengawasan. PTN BH rawan kesewenangan lewat uang kuliah tinggi.
Pemerintah harus juga mengevaluasi upaya pengumpulan donasi. Sejauh ini dapat dikatakan baru UI, ITB, dan UGM yang tampak mendapat dana abadi dari sejumlah pihak.
Kendala kampus-kampus lainnya dalam menggalang dana abadi harus pula menjadi perhatian pemerintah. Sebab, pemerintah pula yang membuat peningkatan dana abadi sebagai syarat bagi PTN BH untuk menerima penyaluran bunga dari dana abadi perguruan tinggi sebesar Rp7 triliun yang kini dikelola LPDP.
Tanpa kepedulian dalam membantu PTN BH menggalang dana abadi, pemerintah secara tidak langsung telah membuat lingkaran setan kapitalisme pendidikan. Terlebih, bukan semata camaba berkantong cekak yang dikorbankan. Kualitas pendidikan di kampus itu sendiri belum tentu lebih bagus.
Contohnya bisa kita lihat dari peringkat dan skor UI di QS World University Ranking. Pada 2010, UI menduduki peringkat 236 dunia dengan skor 42,90. Tahun berikutnya peringkat UI bahkan makin naik, menjadi 217 dunia dengan skor 45,10. Namun, pada QS WUR 2023 atau setelah 1 dekade menjadi PTN BH, UI justru berperingkat 248 dengan skor 38,7. Kondisi yang terjadi di universitas tertua di Indonesia, sekaligus yang awal-awal menyandang PTN BH ini jelas tamparan. Apa pun alasannya jelas PTN BH masih jauh dari klaim memperbaiki kualitas pendidikan tinggi.
PANITIA Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kunci
Namun, seruan Menko Polhukam itu bak membuka kembali lembaran-lembaran pelanggaran yang terjadi pada masa lalu.
VONIS bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur telah mencederai pemenuhan hak atas keadilan korban Dini Sera Afrianti beserta keluarga.
SETELAH menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU RI sejak 4 Juli 2024, Mochammad Afifuddin resmi menjadi Ketua KPU RI definitif periode 2022-2027 mulai kemarin.
SEBARAN racun judi daring atau judi online (judol) kian mengerikan.
HARUS tegas dikatakan bahwa tekad bangsa ini untuk memberantas korupsi berada di ambang gawat darurat.
PERIODE Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa bakti 2019-2024 tinggal hitungan bulan lagi.
SEMAKIN dekat pada pemilihan umum, rakyat negeri ini sudah biasa melihat manuver politik yang makin menjadi. Lawan menjadi kawan, begitu pula sebaliknya.
ADA pepatah populer bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. Dari usaha yang keras akan dipanen hasil yang memuaskan.
FRASA gotong royong kembali dipakai untuk menjadi dalih dan alasan bagi negara untuk mengutip uang dari rakyat.
PROGRAM makan siang gratis merupakan janji politik pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang sedari awal membetot perhatian.
PRESIDEN Joko Widodo melantik tiga wakil menteri sekaligus untuk membantu kerja menteri-menteri bidang ekonomi, kemarin.
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak pada November mendatang, dari wali kota, bupati, hingga gubernur.
MASYARAKAT Indonesia terpotret semakin permisif terhadap perilaku korupsi. Perbuatan lancung yang dahulu dianggap tabu itu perlahan-lahan mulai dianggap biasa dan ditoleransi
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved