Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
AMARAH alam rupanya belum akan mereda. Ketika pandemi covid-19 baru saja mulai menghentikan amuknya, musim kemarau yang diprediksi akan lebih panas dan lebih panjang tahun ini siap menghadang. Perlu mitigasi dan antisipasi maksimal untuk menekan dampak bencana itu.
Bahwa kemarau akan menjadi biang masalah antara lain dikemukakan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. Menurutnya, BMKG memprediksi kekeringan akan terjadi pada Juli hingga Oktober 2023. Kekeringan pun diprakirakan tergolong parah, setara dengan kejadian serupa pada 2019.
Kekeringan sulit untuk dihindari karena fenomena alam yang tak bersahabat. Bukan hanya karena El Nino, fenomena Indian Ocean Dipole positif memperparah situasi dan kondisi. Kombinasi keduanya dapat menyebabkan dampak yang lebih kuat atau signifikan karena kemarau yang lebih panas dengan durasi lebih lama.
Alam memang punya hukum sendiri. Dinamikanya bisa berimplikasi buruk terhadap manusia ketika manusia tak bersahabat atau bahkan merusak alam.
Pemanasan global akibat ulah manusia yang memicu perubahan iklim gila-gilaan telah dan akan membuat hidup manusia lebih sulit.
Menjadi hal yang lumrah ketika bumi yang semakin panas mengakibatkan kekeringan parah. Di lain waktu, hujan yang tak terkendali menyebabkan banjir di banyak tempat di banyak negara, termasuk di negara kita. Musim penghujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan. Itu telah menjadi kebiasaan baru, kebiasaan yang tentu saja tak kita harapkan.
Bagaimanapun, kita harus mau dan siap menghadapi anomali alam. Sebagai manusia yang punya akal, kita juga beruntung karena bisa semakin tepat memprediksi gejolak alam termasuk kemarau dan kekeringan di depan mata. Namun, percuma punya akal jika kita mengesampingkan prediksi-prediksi itu. Prediksi adalah bekal untuk mengantisipasi sekaligus menghadapi situasi terburuk sekalipun.
Pada konteks itulah kita mendesak pemerintah baik pusat maupun daerah untuk terus mematangkan kesiapan menghadapi kemarau dan kekeringan. Patut dicatat, kekeringan tak hanya akan berdampak langsung pada orang per orang, tapi juga berakibat jangka panjang terkait dengan ketahanan pangan.
Kemarau dan kekeringan sudah kerap pula memicu kebakaran lahan dan hutan, yang membuat rakyat kita dan juga negara tetangga sesak napas.
Mengoptimalkan fungsi infrastruktur sumber daya air seperti waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya adalah kemestian sejak sekarang. Percuma pemerintah masif membangun waduk, membuat puluhan ribu embung, jika tak bisa dimanfaatkan untuk mengatasi krisis air. Begitu banyak uang rakyat yang dihabiskan untuk membangunnya sehingga harus dipastikan ia memang berfaedah buat rakyat.
Beralih ke tanaman pangan yang lebih tahan kekurangan air juga mesti digalakkan. Kita menyambut baik sejumlah daerah yang telah menginisiasi langkah itu dengan meminta petani menanam padi atau palawija yang tak butuh banyak air. Alam boleh sedang tak bersahabat, tetapi kita tak boleh menyerah begitu saja.
Lebih penting dari semua itu, antisipasi jangka panjang mesti benar-benar dikedepankan.
Saatnya kita mengimplementasikan betul pepatah bijak ‘lebih baik mencegah daripada mengobati’. Lebih baik kita jauh-jauh hari menabung hujan ketimbang pontang-panting di saat banjir atau kekeringan datang.
Dengan menabung hujan, kita menyimpan air yang bisa dimanfaatkan saat dibutuhkan. Dengan menabung hujan, kita mencegah air semena-mena mengalir hingga mengakibatkan banjir saat musim penghujan. Membangun banyak embung, waduk, bendungan adalah salah satu cara menabung hujan. Akan tetapi, itu belum cukup. Membuat sumur resapan adalah cara lain yang perlu digiatkan, bukannya malah ditentang karena alasan politik.
Mengubah kebiasaan warga agar lebih ramah dengan air juga penting. Bukan waktunya lagi kita boros air. Tanpa kepedulian bersama, air akan semakin susah didapat, kita pun semakin sering disambangi kekeringan.
PANITIA Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kunci
Namun, seruan Menko Polhukam itu bak membuka kembali lembaran-lembaran pelanggaran yang terjadi pada masa lalu.
VONIS bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur telah mencederai pemenuhan hak atas keadilan korban Dini Sera Afrianti beserta keluarga.
SETELAH menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU RI sejak 4 Juli 2024, Mochammad Afifuddin resmi menjadi Ketua KPU RI definitif periode 2022-2027 mulai kemarin.
SEBARAN racun judi daring atau judi online (judol) kian mengerikan.
HARUS tegas dikatakan bahwa tekad bangsa ini untuk memberantas korupsi berada di ambang gawat darurat.
PERIODE Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa bakti 2019-2024 tinggal hitungan bulan lagi.
SEMAKIN dekat pada pemilihan umum, rakyat negeri ini sudah biasa melihat manuver politik yang makin menjadi. Lawan menjadi kawan, begitu pula sebaliknya.
ADA pepatah populer bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. Dari usaha yang keras akan dipanen hasil yang memuaskan.
FRASA gotong royong kembali dipakai untuk menjadi dalih dan alasan bagi negara untuk mengutip uang dari rakyat.
PROGRAM makan siang gratis merupakan janji politik pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang sedari awal membetot perhatian.
PRESIDEN Joko Widodo melantik tiga wakil menteri sekaligus untuk membantu kerja menteri-menteri bidang ekonomi, kemarin.
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak pada November mendatang, dari wali kota, bupati, hingga gubernur.
MASYARAKAT Indonesia terpotret semakin permisif terhadap perilaku korupsi. Perbuatan lancung yang dahulu dianggap tabu itu perlahan-lahan mulai dianggap biasa dan ditoleransi
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved