Tersandera Penjaga Konstitusi

10/5/2023 21:00
Tersandera Penjaga Konstitusi
Ilustrasi MI(MI/Seno)

PROSES pemilu terus bergulir. Penjaringan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Pemilu 2024 sudah dimulai pada 1-14 Mei. Sebagian besar partai politik belum selesai menjaring bacaleg terbaiknya. Bahkan, sejumlah parpol menghadapi masalah yang sama, yakni kegamangan bacaleg untuk mendaftar karena menunggu putusan hasil uji materi tentang sistem pemilu oleh Mahkamah Konstitusi. Uji materi terkait sistem pemilu seperti diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Sejumlah pihak menggugat sistem pemilu proporsional terbuka yang sekarang diberlakukan. Menurut penggugat, sistem pemilu tersebut tidak senapas dengan UUD 1945. Seharusnya, kata penggugat, kewenangan dalam memilih caleg berada di tangan parpol, bukan di tangan caleg yang notabene memiliki jumlah suara terbesar. Penggugat meminta sistem proporsional terbuka diganti proporsional tertutup.

Jauh sebelum sejumlah penggugat mengajukan uji materi ke MK terkait sistem pemilu, PDI Perjuangan yang notabene partai terbesar dan sangat dekat dengan kekuasaan mengibarkan bendera untuk melawan sistem proporsional terbuka. Menurut partai banteng moncong putih, sistem proporsional tertutup melahirkan banyak pemimpin dari kalangan rakyat jelata dan lebih ideologis, bukan pemimpin yang lahir karena mobilisasi kekayaan.

Gugatan sistem pemilu ke lembaga yang disebut ‘benteng konstitusi’ ini terjadi ketika suara-suara yang berkeinginan untuk menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo mencuat ke permukaan. Tak mengherankan bila gugatan ke MK ditengarai sebagai bagian dari skenario menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden, mengingat konsekuensi dari perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka ke tertutup berimplikasi sangat luas.

Aroma ‘main mata’ di balik gugatan ke MK menguar ketika Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa sistem Pemilu 2024 akan kembali ke sistem tertutup. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu kemudian menjatuhkan sanksi peringatan kepada Hasyim Asy'ari.

MK sendiri sudah memutuskan sistem proporsional terbuka pada 23 Desember 2008. Seharusnya MK tidak perlu berlama-lama memutuskan gugatan sistem pemilu karena sudah ada putusan sebelumnya. Demi kepastian hukum, seyogianya putusan MK tidak berbeda dengan putusan sebelumnya.

Kita menyesalkan pernyataan hakim MK Arief Hidayat yang terkesan menggampangkan dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemilu bahwa pihaknya bisa mengubah sistem pemilu meskipun sudah menjelang atau sangat dekat dengan proses pelaksanaan pemilu itu sendiri. Perubahan sistem pemilu, menurut hakim MK yang pernah dua kali mendapat sanksi dari Dewan Etik itu, ialah wewenang MK.

Mayoritas parpol di parlemen, sebanyak 8 parpol kecuali PDI Perjuangan, menolak mundur ke era Orde Baru atau kembali ke pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Tak perlu lagi ada keraguan bagi benteng konsitusi itu untuk segera memutuskan uji materi tentang sistem pemilu. Masa depan demokrasi berada di tangan sembilan hakim MK. Sang penjaga konstitusi jangan menyandera kedaulatan rakyat.



Berita Lainnya