Menanti Pansel KPK

09/5/2023 05:00
Menanti Pansel KPK
Ilustrasi MI(MI/Seno)

OPTIMISME bangsa ini agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi jelas masih tinggi. Namun, di sisi lain, pesimisme juga menyeruak ketika melihat jejak pimpinan KPK periode 2019-2023 yang tak kunjung reda dari kontroversi.

Sejumlah persoalan menggelayuti para komisioner lembaga antirasuah tersebut. Kecacatan integritas dan etika menyelimuti pimpinan KPK. Bahkan satu punggawa mereka berhenti di tengah jalan setelah disorot karena diduga melanggar etik atas dugaan penerimaan gratifikasi.

KPK juga gencar dituding sebagai alat politik kekuasaan. Dianggap menjadi jagal bagi lawan politik penguasa. Selain itu, prestasi pun masih dianggap tidak garang dalam memberantas korupsi. KPK zaman Firli dinilai tidak mampu membongkar kasus-kasus 'big fish'.

Yang memberikan penilaian bukanlah orang sembarang, yakni Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. KPK di era Firli lebih banyak menangani kasus korupsi kelas teri, sebatas suap dan gratifikasi.

Catatan merah terhadap KPK itu harus menjadi perhatian serius bagi pemangku kepentingan, semua pihak yang ingin taring KPK kembali bertaji. Ujungnya ialah mengembalikan tujuan pembentukan mereka sesuai dengan amanat reformasi, yakni melenyapkan korupsi dari Indonesia.

Kini masa jabatan lima pemimpin KPK hanya tinggal tujuh purnama. Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak secepatnya mempersiapkan peralihan kepemimpinan di lembaga antirasuah tersebut.

Segera bentuk panitia seleksi calon pimpinan KPK 2023-2027 agar tersedia cukup waktu bagi pansel untuk mencari sosok terbaik guna memimpin KPK.

Pasalnya, butuh waktu 5-6 bulan bagi pansel untuk menjalankan tahapan seleksi, mulai mengumumkan pendaftaran, seleksi, hingga menyerahkan nama calon pemimpin KPK kepada Presiden. Setelah itu, Presiden nantinya akan menyerahkan kandidat kepada DPR guna menjalani uji kelayakan dan kepatutan.

Pada 2019, Presiden menerbitkan Keppres Pansel Capim KPK pada 17 Mei 2019. Tahun-tahun sebelumnya, Presiden hanya menyiapkan pansel KPK, tetapi kali ini Jokowi juga harus membentuk pansel calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Publik tentu berharap Presiden akan memilih sosok dengan integritas tinggi dan kapabilitas mumpuni. Mereka para ahli dengan kompetensi bidang yang lengkap, serta tidak terkait dengan kepentingan politik mana pun, kecuali pemberantasan korupsi itu sendiri.

Hanya sosok yang punya komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi yang bakal mampu menghasilkan kandidat pemimpin KPK yang mumpuni, berintegritas dengan pribadi tidak terikat dengan kepentingan mana pun, termasuk kepentingan diri sendiri.

Terlebih lagi, pada tahun politik menjelang Pemilu 2024, Indonesia amat membutuhkan pemimpin KPK yang benar-benar independen, profesional, berintegritas, dan bisa bekerja sama secara kolektif kolegial.

Dari sini publik nantinya akan bisa melihat bagaimana komitmen Jokowi untuk pemberantasan korupsi di negeri ini. Jika ia mampu menghasilkan kandidat yang integritas dan memilih panitia seleksi yang bersih dan punya integritas, tentu bangsa ini akan mengenang Jokowi dalam memori indah pemberantasan korupsi.

Namun, jika Presiden menunjuk pansel pimpinan KPK dan Dewas KPK jauh dari ekspektasi ideal yang diharapkan publik, pastinya juga akan tecermin pada para kandidat yang dihasilkan pansel. Jika itu yang terjadi, KPK mungkin tidak punya taring lagi memberantas rasuah ketika Jokowi lengser nantinya.



Berita Lainnya