Berburu Calon Wakil Rakyat

08/5/2023 05:00
Berburu Calon Wakil Rakyat
Ilustrasi MI(MI/Seno)

INDONESIA ialah salah satu negara yang berpenduduk terbanyak di dunia. Data Badan Pusat Statistik pada 2022 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 275 juta jiwa. Namun, jumlah terbanyak ini bukan sesuatu yang membanggakan apabila secara kualitas, Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia berada di posisi 130 dari 199 negara di dunia. Bahkan, IPM Indonesia masih tertinggal dengan beberapa negara ASEAN lainnya.

Bila melihat fakta yang miris itu, tak heran bila partai politik merasa kesulitan mencari bakal calon anggota legislatif mulai anggota DPRD tingkat kota/kabupaten, provinsi sampai pusat, hingga DPR RI. Parpol berkejaran antara mencari bacaleg dengan pengunggahan dokumen bacaleg di aplikasi parpol masing-masing sampai diunggah ke Sistem Informasi Pencalonan di Komisi Pemilihan Umum. Waktu 11 hari pendaftaran bacaleg pada 1-14 Mei terasa singkat untuk berburu bacaleg di tengah langkanya sumber daya manusia Indonesia yang mumpuni untuk menjadi wakil rakyat.

Di tengah kelangkaan SDM itu, partai memang harus ekstra hati-hati menjaring bacaleg. Selain perkara kualitas bacaleg, seluruh persyaratan administratif juga harus terpenuhi. Jangan ada lagi masalah yang mencuat setelah mereka terpilih sebagai wakil rakyat, seperti ijazah palsu atau mantan napi terpidana hukuman lima tahun atau lebih yang tidak boleh mencalonkan hingga lima tahun setelah menjalani hukuman.

Menjaring wakil rakyat sejatinya ialah menjaring pemimpin. Mereka bertugas memperjuangkan aspirasi rakyat. Parpol memiliki legalitas untuk mencari calon pemimpin dari pusat sampai daerah. Wakil rakyat ialah sosok yang istimewa. Untuk menjadi wakil rakyat harus berebut suara dalam satu daerah pemilihan. Partai-partai bertarung untuk menangguk suara sebanyak-banyaknya melalui calon anggota legislatif yang diusungnya.

Para caleg inilah yang menentukan masa depan partai. Bila caleg-calegnya melempem alias tidak kuat untuk mendongkrak suara partai, partai akan terlempar dari gelanggang electoral threshold atau ambang batas perolehan kursi partai sebagai syarat mengikuti pemilu berikutnya. Namun demikian, caleg yang sekadar kuat untuk meraih suara karena ketenarannya sebagai public figure atau tajir melintir, tetapi dari sisi kualitas amburadul, maka akan menjadi bumerang juga untuk partai. Sang caleg terpilih tidak bisa bekerja alias hanya bisa 3D (duduk, diam, dengkur). Bahkan, yang lebih menyakitkan, wakil rakyat itu malah menjadi makelar anggaran atau proyek pemerintah.

Anggota DPR terpilih akan menentukan nasib bangsa ini karena mereka memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Keren bukan fungsi DPR? Meski keren fungsi DPR, apatisme masyarakat untuk menjadi bacaleg juga menguat. Hal ini sejalan dengan hasil survei sejumlah lembaga yang menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap parpol dan DPR rendah.

Parpol jangan main-main menjaring bacaleg. Apalagi sekadar memenuhi kuota 100% dari tahap awal penjaringan atau pemenuhan keterwakilan kuota perempuan 30%. Pembobotan dan skoring dalam menentukan bacaleg harus dilakukan. Meski sistem proporsional terbuka masih diberlakukan, masih terdengar sayup-sayup mahar politik untuk menentukan nomor urut bacaleg. Kita setuju, sangat setuju dengan penyanyi lawan Iwan Fals sampai kapan pun bahwa wakil rakyat adalah kumpulan orang-orang hebat, bukan kumpulan orang-orang dekat, apalagi sanak famili.



Berita Lainnya