Infrastruktur Jalan Simsalabim

05/5/2023 05:00
Infrastruktur Jalan Simsalabim
(MI/Seno)

DI negara mana pun, infrastruktur, terutama jalan, merupakan sarana vital. Ia tidak hanya menjadi medium mobilitas warga, tetapi juga sarana penggerak roda ekonomi. Agar mobilitas baik orang maupun barang lancar, tentu dibutuhkan sarana jalan yang mulus. Apa jadinya jika kondisi jalan rusak dan sulit dilalui, bahkan oleh seekor kerbau sekalipun? Oleh karena itu, apa pun penyebabnya, jalan yang rusak tidak boleh dibiarkan dan harus segera diperbaiki karena akan merugikan semua pihak.

Kondisi itulah yang kini sedang viral, terutama di Lampung. Pasalnya, warganet menganggap pembangunan sejumlah ruas jalan yang selama ini rusak di provinsi yang menjadi gerbang Pulau Sumatra itu baru dikebut menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo. Jokowi kabarnya akan berkunjung ke provinsi itu pada Rabu (3/5), tetapi diundur Jumat (5/5). Pemerintah setempat berdalih pembangunan jalan itu sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari, hanya kebetulan selesainya proses lelang dan tender dekat dengan momentum kedatangan Jokowi.

Apa pun alasannya, sejumlah jalan yang rusak di provinsi itu ialah fakta yang tidak bisa dibantah. Apalagi, di era digital, kehadiran ponsel berkamera dapat menjadi ‘saksi mata’ atas suatu peristiwa atau fenomena di masyarakat. Warga pun kini punya kesadaran untuk melaporkan kondisi atau situasi yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, baik ataupun buruk.

Partisipasi semacam itulah yang disebut jurnalisme warga. Dengan kecanggihan dan kecepatan teknologi, masyarakat kini tidak perlu lagi menulis surat pembaca di surat kabar untuk menyampaikan keluhan, baik itu terkait dengan pelayanan publik maupun kondisi jalan. Seharusnya, aparat pemerintah, baik di pusat maupun daerah, bersikap responsif dan memanfaatkan itu sebagai bagian dari kritik atau masukan.

Untuk mencapai tujuan pembangunan seperti yang direncanakan, pemerintah tentu butuh partisipasi warga. Apalagi, mereka yang paling tahu apa yang dibutuhkan di wilayah mereka. Justru laporan warga dapat membantu dan memudahkan tugas-tugas aparatur negara yang jumlahnya tentu sangat terbatas. Baik warga maupun aparatur dapat memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi. Ketimbang digunakan untuk flexing atau memamerkan kekayaan pribadi, lebih baik platform tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat. Pemda, misalnya, bisa melaporkan apa yang telah mereka kerjakan di akun media sosial resmi, sebaliknya warga juga bisa menyampaikan apa yang masih menjadi kekurangan. Check and balance semacam itu penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Persoalan jalan yang rusak di Lampung hendaknya jadi pelajaran untuk pemerintah daerah lainnya agar responsif menerima keluhan warga. Jika memang belum ada anggaran untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak, ya sampaikan terus terang apa adanya. Apa kendalanya dan sebagainya sehingga tidak ada dusta dan sikap saling curiga. Ingat, ini era keterbukaan, tidak perlu ada lagi yang ditutup-tutupi apalagi disembunyikan.

Begitu pun terkait dengan rencana kedatangan Presiden Jokowi, biarkan beliau melihat kondisi negara yang dipimpinnya apa adanya. Jangan budayakan sikap ABS (asal bapak senang) sehingga beliau hanya tahu yang baik-baik. Perilaku seperti di era yang telah lalu itu sudah sepatutnya ditinggalkan. Itu justru harus jadi salah satu bagian dari revolusi mental yang selama ini dicanangkan Presiden.

Salah satu jalan rusak di ‘Provinsi Sang Bumi Ruwa Jurai’ yang fenomenal itu ialah ruas jalan Simpang Randu-Gaya Baru dan wilayah Kecamatan Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah. Jalan lintas itu sebelumnya rusak bertahun-tahun. Sejumlah warga Lampung membuat sindiran atau marah-marah langsung di media sosial terkait dengan ruas-ruas jalan rusak tersebut. Perbaikan jalan superkilat itu memantik komentar warganet. Perbaikan jalan di Lampung itu laksana kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang. Perbaikan jalan itu dianalogikan sebagai pembangunan seribu candi yang terjadi hanya dalam satu malam. Pembangunan infrastruktur jalan harus terencana dengan matang, bukan simsalabim.



Berita Lainnya