Lebaran Eratkan Persaudaraan

21/4/2023 05:00
Lebaran Eratkan Persaudaraan
(123RF.com)

IDUL Fitri dimaknai sebagai perayaan kemenangan atas sempurnanya ibadah dan ketaatan dengan penuh suka cita dan rasa persaudaraan. Ada yang sudah merayakannya kemarin, begitu pula yang baru merayakannya hari ini, pun keputusan pemerintah untuk merayakannya esok.

Jamaah Tarekat Naqsabandiyah dan Sattariyah telah melaksanakan hari raya Idul Fitri kemarin. Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari ini. Sementara Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) juga Nahdlatul Ulama selaras dengan keputusan pemerintah untuk merayakan lebaran esok.

Yang menyebabkan berbeda yakni terletak pada metode penetapan 1 syawal. Ada yang berpatokan yang penting sudah ada hilal, bulan muda, lainnya berpatokan tinggi hilal minimal harus tiga derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

Pemerintah memutuskan idul fitri jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Pasalnya, pantauan hilal di sejumlah wilayah di tanah air, kemarin petang, masih belum mencukupi syarat. 

Tinggi hilal di 123 titik pengamatan berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 0 derajat 45 menit sampai 2 derajat 21,6 menit.  Dengan sudut elongasi antara 1 derajat 28,2 menit sampai dengan 3 derajat 5,4 menit.

Siapakah dari mereka yang paling benar? Semuanya benar. Organisasi keislaman ini memliki rujukan fikihnya masing-masing. Keyakinannya sama-sama kuat. Perbedan yang tidak perlu diributkan, sikapilah silang pendapat ini sebagai rahmat. 

Tidak perlu berpolemik, yang pada akhirnya bisa berujung merasa paling benar dan saling menonjolkan kelompoknya. Persaudaraan, termasuk dalam islam lebih utama dijaga daripada mempersoalkan perbedaan fikih. Jangan sampai persoalan-persoalan ukhuwah atau persaudaraan yang sudah terbangun selama ini tercederai hanya karena perbedaan pendapat.

Apalagi sampai ada intervensi negara melalui pemerintah dengan membatasi pelaksanaan ibadah, karena hanya tidak sesuai dengan keputusan pemerintah. Pemerintah sebagai penyelenggara negara, baik di pusat ataupun daerah sudah semestinya memfasilitasi ibadah masing-masing.

Untuk itulah, sangat disayangkan ketika beberapa hari lalu muncul polemik mengenai perizinan salat Id yang terjadi di Pekalongan dan Sukabumi. 

Sesungguhnya, yang lebih penting saat idul fitri yakni merayakan kemenangan setelah berpuasa satu bulan lamanya dengan penuh keceriaan, bergandengan tangan, dan saling memaafkan. Bukan saling klaim kebenaran kelompoknya.

Momen idul fitri juga menjadi kesempatan mempererat tali silaturahmi, meneguhkan persaudaraan sesama umat muslim dan antar umat beragama. Idul Fitri sudah semestinya menjadi rahmat bagi semua umat, tidak hanya dengan yang satu akidah, namun juga antar umat beragama.

Tradisi mudik saat lebaran juga menegaskan bahwa momentum ini sedianya memang untuk mengukuhkan persaudaraan, menyambung tali silaturahmi yang sempat putus. 

Semangat yang dibawa 123 juta orang yang berbondong-bondong menempuh perjalanan berjam-jam hingga berhari-hari untuk menjumpai keluarga serta handai taulan yang mereka rindukan di kampung halaman saat momentum idul fitri tahun ini.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa Idul Fitri bukanlah sekadar ritual keagamaan bagi umat muslim. Untuk masyarakat plural seperti di Nusantara ini, Idul Fitri serupa dengan festival besar merayakan kebersamaan.

Kerukunan antarumat di tengah keberagaman merupakan perekat yang sangat kuat bagi persatuan sebuah bangsa. Kerukunan yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati akan menjadi penguat kohesi kebangsaan.

Bagi umat Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia, marilah sikapi perbedaan itu sebagai rahmat. Rahmat yang dimaknai benar-benar sebagai bagian dari keislaman yang terikat dengan tali persaudaraan, ukhuwah islamiah, ukhuwah wathaniah dan ukhuwah insaniah.



Berita Lainnya