Membunuh Bibit Korupsi

18/4/2023 05:00
Membunuh Bibit Korupsi
Ilustrasi mI(MI/Seno)

MATI satu tumbuh seribu. Kiranya begitu pepatah yang pas untuk menggambarkan betapa mulusnya proses 'regenerasi' koruptor di negeri ini. Satu orang rampung menjalani hukuman, di saat yang hampir sama  banyak orang seolah antre menunggu giliran ditangkap. Tiada jera, tiada kapoknya.

Belakangan bahkan semakin parah. Episentrum korupsi pun tak lagi dimonopoli Jakarta. Dalam selang waktu yang tak lama, setidaknya tiga kepala daerah terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mulai Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat, Bupati Kepulauan Meranti M Adil, hingga Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

Fakta memiriskan itu membuktikan bahwa sampai hari ini stok koruptor di Republik ini tetap melimpah. Simpanan keberanian para pejabat untuk menggarong uang rakyat seperti tidak ada habisnya. Tidak ada sisa untuk rasa takut, gentar, ataupun malu. Begitu ada kesempatan terbuka di hadapan mereka, uang rakyat pun tanpa sungkan mereka embat.

Korupsi kepala daerah yang tidak pernah surut setidaknya juga membuktikan bahwa penindakan korupsi belum menimbulkan efek jera. Bahkan banyak OTT pun tak membuat para 'calon koruptor' ciut nyali. Mental korup sudah kadung meresap terlalu dalam keseharian sebagian pejabat publik.

Mereka mungkin sudah tak peduli dengan profesionalitas, tak pula mereken transparansi. Dengan murah dan gampangnya mereka menggadaikan integritas dan kepercayaan yang sudah diberikan publik. Dalam benak mereka hanya uang dan uang. Karena itu, dalam setiap tindakan mereka, tendensi untuk melakukan praktik-praktik korupsi sangat besar.

Apalagi, saat ini keberanian mereka barangkali juga muncul dari faktor lembaga penindaknya yang tak setangguh dan sebersih dulu. Kita pun bisa melihat, di tengah tugas beratnya memberantas korupsi, KPK era sekarang juga disibukkan dengan urusan rumah tangga mereka sendiri yang begitu intens menguras energi mereka.

Dengan segala konflik dan polemik di internal KPK yang dipicu oleh lemahnya integritas pimpinan saat ini, tak mengherankan bila koruptor menjadi lebih berani dan kurang ajar. Kewibawaan KPK yang mungkin sedang berada di titik terendah dimanfaatkan betul oleh para penjahat korupsi untuk melancarkan aksi.

Apakah itu berarti kita tidak patut memberikan apresiasi untuk sejumlah OTT terhadap kepala daerah belakangan ini? Tentu saja patut. Namun, dengan fakta bahwa banyak OTT yang dilakukan KPK tak memberikan efek jera, kiranya itu tidak cukup. Kalau KPK ingin membuktikan ketangguhannya, kiranya mereka perlu juga mengubah fokus pendekatan pemberantasan korupsi.

Pendekatan penindakan memang penting. Sebagai 'pertunjukan' pun, langkah penindakan sangatlah menarik. Publik senang disodori tontonan penangkapan pejabat korup dan kawan-kawannya. Akan tetapi, kalau aksi itu ternyata hanya berhenti sebagai pertunjukan dan tidak menimbulkan kejeraan, bukankah itu berarti kita perlu mencoba fokus yang lain?

Dalam hal efektivitas mematikan korupsi, langkah pencegahan sangat layak untuk diuji dan diadu. Semestinya, lembaga sekelas KPK mempunyai konsep pencegahan mutakhir, yang mumpuni, yang bisa menyupervisi kementerian dan lembaga untuk juga dapat membuat sistem atau program pencegahan korupsi di instansi masing-masing.

Pesan untuk KPK saat ini, kalau ingin mengembalikan muruah dan kepercayaan publik, mungkin inilah salah satu cara yang bisa diunggulkan. Ingat, langkah pencegahan akan membunuh bibit korupsi, bukan sekadar menangkap pelaku korupsi.



Berita Lainnya