Mudik Mestinya Mengasyikkan

11/4/2023 05:00
Mudik Mestinya Mengasyikkan
Ilustrasi MI(MI/Seno)

SEKITAR satu pekan lagi, puncak arus mudik Lebaran 2023 diperkirakan bakal terjadi. Semua prediksi dari beberapa instansi memperlihatkan hasil yang sama: jumlah pelaku perjalanan mudik Lebaran tahun ini bakal membeludak, jauh melebihi angka tahun lalu maupun tahun-tahun sebelumnya.

Kita ambil satu contoh proyeksi dari Kementerian Perhubungan yang disampaikan beberapa waktu lalu. Menurut Kemenhub, pemudik pada masa angkutan Lebaran 2023 atau Idul Fitri 1444 Hijriah diprediksi sebanyak 123 juta orang. Jumlah itu naik 1,5 kali lipat dari pemudik tahun sebelumnya yang sebanyak 85 juta orang.

Setiap kali musim mudik Lebaran datang, setiap kali itu pula menjadi pertaruhan bagi pemerintah. Pertaruhannya ada pada beberapa hal mendasar, seperti apakah aturan, kebijakan, dan intervensi yang dilakukan pemerintah bakal sukses menciptakan sebuah proses mudik yang aman, lancar, juga nyaman? Jika berhasil, puja-puji dan acungan jempol publik sudah menanti di depan mata.

Ataukah sebaliknya, mungkin karena kurang persiapan dan keseriusan, pemerintah justru gagal menghadirkan mudik sebagai proses yang asyik lantaran tak mampu mengurai kepadatan sekaligus tak kuasa mencegah potensi kecelakaan. Jika seperti itu, pemerintah harus siap menjadi sasaran kritik, cibiran, nyinyiran, bahkan hujatan dari masyarakat.

Karena itu, sangat lumrah kalau kemudian Presiden Joko Widodo harus mengingatkan lagi, mesti wanti-wanti lagi kepada para kepala daerah dari mulai gubernur hingga bupati/wali kota, terutama yang wilayahnya menjadi tujuan mudik, khususnya Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, agar melakukan persiapan yang betul-betul matang. Tidak setengah matang.

Kepala Negara juga mengingatkan Menteri Perhubungan, Kapolri, dan Menteri BUMN untuk mempersiapkan diri mengantisipasi lonjakan jumlah masyarakat yang mudik tersebut. Kiranya, semua pihak yang diingatkan Presiden itu mesti semakin intensif berkomunikasi dan berkoordinasi, khususnya menjelang puncak arus mudik Lebaran.

Dengan perkiraan meroketnya jumlah pemudik, semestinya sudah bisa diprediksi pula tingkat kepadatan, kemacetan, pun kesemrawutan yang bakal terjadi, baik di terminal, stasiun, pelabuhan, bandara, maupun di sepanjang jalan darat yang biasa dilintasi pemudik. Data dan proyeksi itu teramat penting agar aturan dan kebijakan pemerintah yang nanti diberlakukan tak sekadar meraba-raba atau menebak-nebak.

Data dan proyeksi itu semestinya menjadi landasan bagi pemerintah untuk menghitung, misalnya berapa banyak titik sarana prasarana jalan yang perlu ditingkatkan kualitasnya, berapa rest area yang harus dibuka di jalan tol, dan berapa banyak moda transportasi yang mesti disiapkan untuk bisa menampung pemudik menggunakan angkutan umum.

Pun bisa digunakan untuk tahu berapa banyak personel keamanan yang harus disiagakan demi membantu kelancaran arus mudik, sekaligus secanggih apa rekayasa lalu lintas yang mesti dikembangkan untuk menghindari kemungkinan kemacetan yang parah, termasuk kesiapan jalur-jalur alternatif demi mencegah kebuntuan di saat-saat puncak.

Namun, di sisi lain, pemudik juga dituntut memiliki kesadaran, kesiapan, sekaligus kecerdasan dalam bermudik. Para pemudik harus menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari sebuah ritual besar yang melibatkan jutaan orang. Artinya, mereka tak boleh berperilaku seenaknya sendiri, ceroboh, dan sembrono melalaikan aturan.

Semua yang disiapkan pemerintah akan menjadi sia-sia jika para pemudik justru tak mempersiapkan dengan baik mental maupun fisik. Karena itu, sudah sepantasnya pemerintah dan masyarakat bersama-sama mewujudkan mudik yang mengasyikkan bagi semua.

 



Berita Lainnya