Republik Impor

03/4/2023 05:00
Republik Impor
Ilustrasi MI(MI/Duta)

INDONESIA ialah negara besar. Besar karena populasi penduduk, bahkan salah satu populasi terbesar di dunia. Besar pula karena sumber daya alam. Indonesia pun tak pernah kekurangan orang pintar. Tokoh besar dari Bumi Pertiwi pun hadir dalam sejumlah momen bersejarah di dunia, seperti Bung Karno. Selanjutnya, di masa kekinian, acapkali sejumlah tokoh dari Indonesia dinobatkan sebagai salah seorang yang berpengaruh di dunia, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Namun, di balik fakta kegemilangan tersebut, Indonesia menyimpan paradoks. Negeri yang subur dengan tongkat kayu menjadi tanaman, seperti dikatakan Koes Ploes, Indonesia tak bisa lepas dari jeratan impor sejak Orde Baru hingga pasca-Reformasi sampai saat ini. Presiden Joko Widodo yang sudah dua kali berkuasa seringkali marah kepada bawahannya dalam berbagai kesempatan terkait kegemaran negara yang dipimpinnya akan produk-produk impor.

Kebesaran Indonesia sebagai sebuah negara dalam berbagai hal seolah tak berdampak. Kebesaran yang hanya di atas kertas. Faktanya, kita akan mengalami krisis pangan jika tidak impor beras, daging, kedelai, gula, dan sebagainya. Sementara Presiden Jokowi hampir setiap pekan panen raya di mana-mana. Kebutuhan tinggi seperti masa Ramadan dan jelang Lebaran ditambah cuaca buruk membuat stok semakin menipis sehingga untuk menyelamatkannya dengan jurus cespleng, yakni impor. Rencananya, Indonesia akan mengimpor impor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir tahun 2023 untuk cadangan beras pemerintah. Setali tiga uang. Badan Pangan Nasional juga memerintahkan Bulog dan ID Food untuk mengimpor daging sapi, kerbau, dan gula kristal. Tak hanya untuk kesediaan Ramadan, tetapi juga untuk pengendalian inflasi.

Tak hanya perkara perut, Indonesia juga mengimpor kebutuhan untuk pertahanan dalam negeri, seperti alat utama sistem senjata (alutsista), peluru, seragam, hingga sepatu untuk prajurit TNI. Hal ini membuat Presiden Jokowi berang. Menurutnya, jika di dalam negeri tak bisa memproduksinya, diperkenankan impor, seperti alutsista atau peralatan tempur yang berteknologi tinggi. Indonesia sudah memiliki PT Pindad (persero), perusahaan BUMN yang bergerak pada industri pertahanan, seperti membuat kebutuhan produk-produk militer dan komersial.

Masalah importasi yang menyita perhatian publik ialah rencana importasi kereta api bekas dari Jepang. PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan mengimpor kereta bekas dan komponen kereta dari ‘Negeri Matahari Terbit’. Alasannya, jumlah penumpang terus mengalami peningkatan kapasitas penumpang. Pada tahun ini, KCI membutuhkan 10 rangkaian kereta pada tahun ini dan 12 rangkaian kereta pada 2024 untuk menggantikan rangkaian kereta yang akan pensiun. KCI sendiri sudah meneken kontrak pengadaan 16 trainset KRL baru produksi PT Industri Kereta API (persero) senilai Rp3,8 triliun. Namun, pesanan itu baru bisa dipenuhi pada 2025.

Gayung tak bersambut. Rencana KCI akan mengimpor kereta bekas ditolak Kementerian Perindustrian. Pasalnya, PT INKA sudah bisa memproduksinya. Polemik rencana importasi kereta bekas dari sementara terhenti karena kepastian importasi menunggu audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kegemaran importasi berbagai kebutuhan bangsa ini hendaknya dievaluasi secara menyeluruh. Terlebih lagi seringkali terjadi polemik antarintansi pemerintah sendiri, seperti dalam importasi beras polemik antara Kementerian Pertanian dan Bulog serta importasi kereta bekas antara PT KCI dan Kemenperin. Polemik antarinstansi pemerintah menunjukkan para panyelenggara negara belum satu visi pentingnya membangun kemandirian bangsa. Seharusnya, Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sebagaimana cita-cita founding fathers Bung Karno bahwa Indonesia harus berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.

Selain itu, maraknya importasi pakaian bekas juga memukul industri pakaian dalam negeri. Importasi pakaian bekas disebut illegal, tapi nyaris tak terbendung karena importasi tersebut juga melalui pelabuhan-pelabuhan besar yang seharusnya sangat mudah dideteksi aparat Bea Cukai. Hentikan keranjingan importasi. Waspadai pemburu rente di balik importasi. Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia jangan cuma slogan tanpa makna.



Berita Lainnya