Pasar Gelap Perguruan Tinggi

20/2/2023 05:00
Pasar Gelap Perguruan Tinggi
Ilustrasi MI(MI/Duta)

MENYIMAK persidangan kasus suap penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri Universitas Lampung pada 2022 di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, membuat kita kaget bukan kepalang sekaligus prihatin yang mendalam.

Kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi itu kini bergulir di pengadilan dengan terdakwa mantan Rektor Universitas Lampung Karomani, mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, mantan Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pengusaha Andi Desfiandi.

Kaget karena praktik lancung penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Unila berlangsung sedemikian vulgar, mempertontonkan banalitas perguruan tinggi negeri seperti dunia perdagangan, ada penjual dan pembeli. Penjual sebagaimana diduga dimotori Rektor Karomani menawarkan kursi baru mahasiswa fakultas kedokteran senilai ratusan juta rupiah dengan kode ‘Infak pembangunan Lampung Nahdhiyyin Center’.

Kursi perguruan tinggi yang seharusnya tak ternilai, karena untuk mendapatkannya memerlukan kompetensi alias lolos passing grade, ternyata diobral sang rektor. Pembeli kursi pun beragam, berbondong-bondong datang. Mulai dari pegawai internal, pengusaha, polisi, dokter, menteri, plt dirjen, anggota DPR RI, sampai Wakil Ketua Umum Majelis UIama Indonesia. Alhasil, sang rektor berhasil mengumpulkan fulus sebesar Rp4 miliar.

Selain mengagetkan, praktik jual beli kursi PTN ini juga sangat memprihatinkan karena menyeret orang-orang yang bergelar guru besar. Selain Karomani yang bergelar profesor, Rektor Universitas Riau (Unri) periode 2018-2022 Profesor Aras Mulyadi pun diduga bermain dalam ‘pasar gelap’ penerimaan mahasiswa baru. Dalam persidangan terungkap Rektor Unri tak hanya menitipkan calon mahasiswa ke Unila, tetapi juga meloloskan 92 dari 111 mahasiswa titipan ke kampusnya.

Kasus Unila adalah fenomena gunung es. Budaya titipan dengan sejumlah fulus dalam penerimaan mahasiswa baru PTN melalui jalur mandiri semula hanya disebut-sebut dalam pembicaraan warung kopi. Ternyata kasus Unila membuat kita terbelalak. Kasus Unila menambah daftar buruk perguruan tinggi.

Selain budaya titipan calon mahasiswa baru, praktik haram lainnya ialah perjokian pembuatan skripsi, tesis, hingga disertasi. Bahkan, untuk meraih gelar profesor pun menggunakan joki dalam pembuatan karya ilmiah. Perjokian untuk meraih gelar akademik tertinggi ini diduga berlangsung masif di kampus negeri dan swasta.

Dunia perguruan tinggi harus segera dibersihkan dari praktik culas. Perguruan tinggi adalah kawah candradimuka untuk menggodok mahasiswa, tak hanya dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, tapi juga aspek kepemimpinannya. Kepemimpinan yang berkarakter lahir dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Bila Tri Dharma Perguruan Tinggi abal-abal, transaksional, dan aji mumpung, hal itu berarti kiamat bagi dunia pendidikan tinggi. Budaya antikorupsi harus dimulai dari dunia pendidikan untuk meraih berbagai keunggulan. Saatnya bersih-bersih.



Berita Lainnya