Memberangus Judi Online

26/8/2022 05:00
Memberangus Judi Online
(MI/Duta)

 

PERKEMBANGAN teknologi akan selalu memiliki dua muka, baik dan buruk. Ia punya banyak sekali sisi positif yang jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan perubahan yang sangat besar ke arah positif. Namun, ia juga bisa menjadi petaka ketika kekuatan itu justru dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan dan aktivitas negatif.

Disebut petaka karena masyarakatlah yang menjadi sasaran paling empuk dari penyalahgunaan akses digital itu. Banyak predator di ranah tersebut. Mulai predator seksual yang mencari korban secara daring, predator pinjaman online bodong, sampai predator judi online. Akses digital memudahkan para penjahat itu menggaet korban-korban mereka.

Judi online menjadi salah satu yang disorot belakangan ini karena terjangannya yang amat masif ke masyarakat. Judi online diminati karena di layar komputer atau ponsel mereka punya banyak wajah. Ada yang berkedok aplikasi permainan (game), ada yang berpura-pura seolah situs pengelola investasi, tidak sedikit pula akun platform digital dan situs yang membagikan konten terkait dengan kegiatan judi.

Dalam isu digitalisasi, negeri ini memang masih punya masalah di hulu, yakni literasi digital masyarakat yang masih rendah. Kemampuan publik dalam menciptakan ruang digital yang bersih, aman, dan nyaman, setidaknya untuk diri sendiri juga masih menjadi titik lemah kita. Akan tetapi, kita tidak bisa menyalahkan hulu dan tidak melakukan apa-apa di ranah hilir.

Justru ketika pencegahan di hulu belum maksimal, penindakan di hilir mesti dikencangkan. Penegakan hukum harus betul-betul ditegakkan. Upaya pemberantasan judi online mesti dilakukan sama masifnya dengan serbuan mereka. Konsisten dan persisten. Jangan berikan napas kepada penyelenggara judi online sehingga mereka tak cuma mati sekejap kemudian hidup lagi dengan wajah baru, tapi mati seterusnya.

Saat ini boleh dibilang pemerintah sedang semangat-semangatnya memberangus perjudian secara daring. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), misalnya, tahun ini (sampai 22 Agustus 2022) telah memutus akses atau memblokir 118.320 konten di ruang digital yang memiliki unsur perjudian. Secara total sejak 2018 mereka telah memblokir 566.332 konten terkait dengan judi.

Untuk kepentingan pengawasan itu, Kemenkominfo punya Tim Patroli Siber yang didukung sistem pengawas situs internet negatif yang dioperasikan selama 24 jam tanpa henti. Di jalur lain, mereka juga mendesak pencakupan aturan dan ketentuan mengenai judi online ke dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kepolisian pun sepertinya tidak mau mendiamkan perjudian online. Belum lama ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan arahan tegas kepada seluruh jajarannya untuk menyikat habis praktik judi online. Ia menyatakan segala bentuk kejahatan, mulai judi online hingga penyalahgunaan narkoba, mesti ditindak tegas. Sigit tidak segan-segan bakal mencopot polisi yang tak bisa membereskan masalah tersebut.

Ketegasan-ketegasan itu sangat penting dan memang harus dilakukan. Kiranya publik pun patut mendukungnya. Namun, sekali lagi, semua itu akan menjadi sia-sia bila tidak dibarengi konsistensi dan persistensi.

Dari pengalaman yang sudah-sudah, kegalakan seperti yang ditunjukkan Kemenkominfo dan Kapolri sebetulnya sudah sering kita dengar. Namun, acap tidak bertahan lama; seiring dengan isunya meredup, kendur pula kegalakannya di tengah jalan. Publik ingin ketegasan dengan level yang sama bisa dijaga seterusnya.

Hal lain yang tak kalah penting ialah pemahaman bahwa sistem kerja kejahatan digital sama sekali berbeda dengan kejahatan tradisional. Segaris dengan arus perkembangan dunia digital yang kian cepat, transformasi kejahatan digital pun sudah pasti bakal bergerak cepat.

Artinya, pemerintah dan aparatur penegak hukum tak boleh menggunakan pola pikir, metode, dan hukum tradisional jika ingin serius memberangus judi online. Tidak mungkin kita mengejar maling yang berlari cepat dengan berjalan kaki memakai bakiak.



Berita Lainnya