Jalur Mandiri Ladang Korupsi

22/8/2022 05:00
Jalur Mandiri Ladang Korupsi
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

PERGURUAN tinggi mestinya menjadi garda terdepan membangun dan menumbuhkan budaya antikorupsi. Faktanya jauh panggang dari api, perguruan tinggi malah menjadi persemaian subur koruptor.

Sebanyak 86% koruptor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah lulusan perguruan tinggi. Kini, bukan hanya alumnus, pejabat perguruan tinggi juga doyan uang haram.

Kasus teranyar ialah KPK menangkap Rektor Universitas Lampung Karomani bersama sejumlah pejabat kampus lainnya terkait dengan dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri, Sabtu (20/8). KPK menyita barang bukti sekitar Rp4,4 miliar.

Korupsi yang melibatkan pejabat kampus menjadi persoalan sangat serius. Sejatinya kampus mengajarkan moral dan kejujuran bagi generasi muda dan calon pemimpin masa depan. Karena itu, pejabat kampus harus steril dari perilaku koruptif.

Sangat dahsyat daya rusak korupsi yang melibatkan pejabat kampus. Korupsi di sektor pendidikan tinggi berakibat pendidik kehilangan dasar legitimasi, kampus pun kehilangan legitimasi sebagai benteng moral bangsa.

Pembenahan perguruan tinggi sangat mendesak dilakukan, utamanya membenahi sumber atau celah korupsinya. Dugaan korupsi yang melibatkan rektor dan pejabat Universitas Lampung terkait dengan penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri.

Ada tiga jalur penerimaan mahasiswa baru, yaitu jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dengan kuota minimum 20%, seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) dengan kuota minimum 40%, dan seleksi lainnya yang dikenal sebagai jalur mandiri dengan kuota maksimum 30%.

Proses dua jalur pertama, SNMPTN dan SBMPTN, jauh lebih terbuka karena dikelola secara nasional oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT). Sebaliknya, proses jalur mandiri cenderung tertutup karena sepenuhnya menjadi kewenangan rektor. Di dalam ruang tertutup itulah terjadi peluang transaksi.

Dalam kasus Univeritas Lampung, misalnya, KPK menyebut Karomani mematok harga Rp100 juta sampai Rp350 juta per mahasiswa jika ingin diluluskan masuk Unila.

Jalur mandiri disebut juga sebagai ladang bisnis dunia pendidikan. Tempat transaksi jual beli kursi yang dihitung berdasarkan kemampuan keuangan, bukan atas dasar kemampuan mahasiswa. Isi dompet yang menentukan, bukan isi kepala. Karena itulah, ada yang mengusulkan jalur mandiri ditutup saja.

Penutupan jalur mandiri bukanlah satu-satunya solusi. Elok nian bila dilakukan audit menyeluruh terkait dengan jalur mandiri. Diaudit dan dibuka kepada publik berapa uang yang didapat dari jalur mandiri dan untuk apa penggunaannya.

Paling penting lagi ialah dibuatkan aturan secara nasional terkait dengan kriteria jalur mandiri yang bersifat pasti, terukur, dan transparan. Jangan biarkan kriteria jalur mandiri menjadi otonomi rektor yang ujung-ujungnya duit.

Harus jujur diakui bahwa jalur mandiri selama ini dijalankan tanpa pengawasan publik, sedangkan anggaran yang dikelola cukup besar. Sempurnalah sudah jalur mandiri sebagai ladang korupsi pejabat kampus karena adanya monopoli ditambah diskresi dan kurangnya akuntabilitas.

Tidak memperbaiki secara menyeluruh penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri berarti sama dengan membiarkan pejabat kampus jatuh dalam percobaan korupsi. Tanpa ada evaluasi menyeluruh, jalur mandiri menjadi ladang korupsi.



Berita Lainnya