Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KEMAJUAN sebuah bangsa menuntut sumber daya manusia berkualitas tinggi. Tidak ada rumus dan riwayatnya kemajuan dan kemakmuran sebuah negara dapat dicapai hanya bermodalkan SDM bermutu rendah atau tanpa mengandalkan manusia yang terdidik dan tercerahkan.
Jalan paling utama untuk mencetak manusia berkualitas ialah melalui sistem pendidikan yang tepat. Karena itu, investasi paling besar dan berharga yang mesti dilakukan negara sejatinya ialah membangun pendidikan. Pembangunan pendidikan secara menyeluruh menjadi sebuah keharusan yang wajib dikelola secara optimal oleh pemerintah.
Ironisnya, negeri ini masih kerap tergopoh-gopoh dalam soal itu. Padahal, pendidikan selalu diklaim menjadi fokus pemerintah dari zaman ke zaman. Anggaran negara yang digelontorkan untuk pendidikan pun nilainya selalu paling besar di antara anggaran ke sektor-sektor lain. Namun, nyatanya sistem pendidikan kita belum juga mampu mengangkat kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.
Kita ambil contoh dari data Global Competitiveness World Economic Forum 2019, daya saing SDM Indonesia masih berada di urutan ke-50 dari 141 negara. Di antara negara-negara ASEAN, kita sedikit di bawah Malaysia dan Thailand, tapi jauh dari Singapura di peringkat pertama.
Dengan kondisi seperti itu, tidak salah sebenarnya bila Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) punya inisiatif melakukan perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Akan tetapi, sayangnya, jalan yang dipilih untuk mengubah itu yang tidak tepat.
Selain kurang sosialisasi dan minim transparansi, revisi UU Sisdiknas juga menuai polemik dan kritik terkait beberapa isi naskah yang dianggap sensitif. Salah satunya tentang hilangnya kata ‘madrasah’ dari RUU tersebut dinilai bisa melemahkan keberadaan lembaga madrasah dalam ekosistem pendidikan nasional.
Namun, yang paling mengagetkan, dan mungkin juga bikin jengkel, ternyata rencana revisi UU Sisdiknas dengan segala prosesnya yang memanen polemik itu belum diketahui Presiden Joko Widodo. Presiden sendiri yang menyatakan ketidaktahuan itu ketika beraudiensi dengan Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI).
Kita tidak ingin berdebat siapa yang paling bersalah. Apakah menterinya yang memang tak hendak melapor ke atasannya karena pertimbangan-pertimbangan tertentu? Atau Presiden dan lingkaran istana yang kurang sensitif membaca proses pembahasan RUU Sisdiknas yang bahkan sudah meresahkan sebagian masyarakat?
Persoalannya lebih dari sekadar siapa yang salah. Lambat atau bahkan terputusnya komunikasi antara Presiden dan pembantunya dalam konteks revisi UU Sisdiknas itu menyiratkan bahwa memang ada persoalan dalam perubahan UU tersebut. Paling tidak, publik bisa menangkap bahwa konsep revisi yang diajukan pemerintah itu amat mungkin belumlah matang.
Padahal, kalau kita sepakat bahwa kemajuan bangsa ini sangat bergantung pada pembangunan kualitas manusianya, UU Sisdiknas punya tempat terhormat sebagai penentu masa depan Indonesia. Lalu, bagaimana nasib masa depan Republik ini kalau pemerintah ternyata tidak menyiapkan RUU Sisdiknas dengan matang?
Akan tetapi, di sisi lain, ini bisa menjadi momentum untuk menyadarkan pemerintah bahwa meskipun diniatkan dengan tujuan dan maksud baik, perubahan UU Sisdiknas harus dilakukan dengan cara dan proses yang baik pula. Gali semua pandangan dari mulai tokoh, pakar pendidikan, akademisi, praktisi pendidikan, sampai masyarakat umum.
Ingatlah, yang dituju dari perubahan undang-undang ialah penyempurnaan. Semakin banyak masukan dan tawaran solusi dari banyak persoalan yang ada dalam sistem pendidikan kita, akan semakin baik pula output regulasi yang dihasikan. Sekali lagi, kita mesti bersama mengerek kualitas manusia Indonesia melalui pendidikan. Sebab, tanpa kualitas itu, kemajuan mungkin akan terus jadi angan-angan, kemakmuran hanya utopia yang tak pernah terkejar.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved