Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
ALIH-ALIH tereduksi, korupsi dan dampaknya justru kian menjadi. Celakanya lagi, belum ada kesungguhan dari negara dalam perang besar melawan kejahatan luar biasa itu.
Bahwa korupsi kian menjadi bisa dilihat dari laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) baru-baru ini. Tidak cuma dari banyaknya kasus, jumlah kerugian negara akibat korupsi justru semakin meninggi.
Menurut ICW, selama 2021, total kerugian rakyat akibat perilaku laknat itu mencapai Rp62,9 triliun dengan melibatkan 1.404 terdakwa. Jumlah itu naik ketimbang 2020 sebesar Rp56,7 triliun. Jumlah itu baru yang ketahuan dari kasus korupsi yang sudah masuk ke proses persidangan.
Dipastikan masih banyak kerugian negara akibat korupsi yang belum dibawa ke meja hijau. Dipastikan pula masih banyak kerugian negara lantaran korupsi yang belum terungkap.
Teramat banyak para pejabat yang lantang bersuara untuk memberangus korupsi. Teramat banyak pengelola negara yang tak jemu berseru bahwa korupsi harus segera dibasmi. Namun, semangat dan komitmen tinggi hanya seolah-olah. Mereka seakan sepenuh hati, tetapi kenyataannya seperdelapan hati dalam menghadapi korupsi.
Banyak indikasi yang menunjukkan negara loyo dalam memerangi korupsi. Sudah menjadi pengetahuan umum, tuntutan dan vonis bagi korupsi masih cenderung ringan. Bukan rahasia lagi, MA masih gemar obral potongan hukuman buat koruptor. Semua juga tahu, perlakuan istimewa di sel hingga remisi bagi pelaku korupsi masih kerap terjadi.
Satu lagi, negara tidak mampu atau tidak mau mengoptimalkan upaya mengembalikan kerugian negara. Data ICW bahwa hanya 2,2% kerugian negara akibat korupsi selama 2021 mengonfirmasi hal itu. Artinya, hanya Rp1,4 triliun bisa diselamatkan kembali dari Rp62,9 triliun uang rakyat yang dimangsa koruptor.
Pada konteks itulah, regulasi perihal perampasan aset tak bisa lagi cuma menjadi silang pendapat. Aturan itu perlu, sangat perlu, untuk segera dibuat.
Harus kita katakan, negara terlalu lamban dalam membuat Undang-undang Perampasan Aset Tindak Pidana. Padahal, jika disahkan, UU itu dapat menjadi payung hukum bagi upaya pemiskinan koruptor sebagai terapi yang diyakini bisa menghadirkan efek jera.
Dengan UU itu, tak hanya dapat merampas harta koruptor yang berasal dari korupsi, penegak hukum semestinya juga bisa menyita aset mereka yang tak bisa dibuktikan didapat dari sumber yang sah. Ini senapas dengan desakan banyak pihak agar ada jaminan pengembalian kerugian negara dalam perkara rasuah.
Penyitaan pun tak perlu menunggu ketuk palu hakim. Ia bisa dilakukan meski kasus korupsi masih dalam tahap penyidikan. Dengan begitu, ada garansi terdakwa mampu melunasi pembayaran uang pengganti dalam vonis nanti.
Namun, sekali lagi, pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana berproses bak kura-kura sakit asam urat. Teramat lambat, bahkan nyaris tak bergerak. RUU itu sudah disiapkan sejak 2012. Sudah satu dekade. Drafnya telah diajukan pemerintah ke DPR pada 2 Februari 2015.
Akan tetapi, RUU itu selalu mental untuk masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Tahun ini pun ia tidak masuk. Ia kiranya dianggap tidak penting oleh anggota dewan yang terhormat. UU yang sangat mendesak, ia bisa menjadi senjata mematikan bagi korupsi, tetapi hati DPR tak kunjung tergerak untuk membahas dan mengesahkan.
Pejabat semestinya satu kata dan perbuatan. Katanya mereka siap tempur melawan korupsi, tetapi perbuatannya tak menunjukkan kesiapan itu. Bisa juga mereka sengaja tak kunjung menyelesaikan UU Perampasan Aset Tindak Pidana karena takut akan menjadi bumerang? Menjadi senjata makan tuan?
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved