Setop Ormas Minta THR

23/4/2022 05:00
Setop Ormas Minta THR
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

PERAYAAN Hari Raya Idul Fitri di Tanah Air sarat akan tradisi. Tanpa halangan pandemi sudah jamak masyarakat berbondong-bondong pulang ke kampung halaman dalam tradisi mudik Lebaran.

Melalui tradisi mudik, roda perekonomian berputar lebih cepat di berbagai sektor. Itu terjadi tidak hanya di perkotaan, tetapi juga sampai ke perdesaan.

Ada pula tradisi pemberian tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan atau majikan kepada para pegawai. Untuk yang satu ini, pemerintah membakukannya dalam bentuk peraturan yang wajib ditaati badan usaha.

Pemerintah sendiri juga menggelontorkan THR kepada para aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, dan pensiunan. Tahun ini anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp34,3 triliun.

Tidak ingin ketinggalan, sebagian organisasi kemasyarakatan (ormas) merasa mereka juga berhak mendapatkan THR. Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, beredar surat-surat permintaan THR dari ormas-ormas tersebut yang ditujukan kepada pengusaha dan pedagang.

Biasanya mereka berdalih telah berkontribusi mengamankan lingkungan setempat. Oleh karena itu, lagi-lagi menurut pengurus ormas-ormas itu, wajar bila mereka mendapatkan bantuan finansial berupa THR dari perusahaan hingga UMKM.

Para ormas bisa saja mengaku tidak meminta dengan paksaan. Akan tetapi, dalih berperan mengamankan lingkungan itu saja sudah menyiratkan intimidasi.

Secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa tanpa kehadiran mereka, lingkungan tersebut tidak akan aman. Bukankah itu semacam ancaman? Permintaan disertai ancaman tidak ubahnya kejahatan pemerasan.

Belakangan memang permintaan THR oleh ormas sudah banyak berkurang. Hal itu karena pengusaha dan pedagang kini lebih berani mengungkap ke publik sebagai bentuk penolakan atas permintaan ormas. Ormas juga mulai menyadari adanya perlawanan pengusaha yang menjadi target mereka.

Sebagai contoh, baru-baru ini tersebar surat permintaan THR dengan kop sebuah ormas ranting Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Pengurus ormas lebih memilih berkelit dan menyatakan permintaan THR itu dilakukan oleh oknum pengurus.

Ditambah lagi, kepolisian di berbagai daerah seperti mendapatkan komando untuk menegaskan sikap. Dengan serempak mereka mengimbau masyarakat agar tidak segan melaporkan permintaan THR dari ormas yang dilakukan dengan memaksa. Polda-polda berjanji akan menindak tegas para pelaku.

Dalam hal permintaan THR oleh ormas, kepolisian semestinya tidak perlu menggarisbawahi perihal permintaan yang dengan paksaan. Ketika permintaan THR diajukan ormas, perbedaan antara memaksa dan mengharap kesukarelaan begitu tipis. Maka, segala bentuk permintaan THR oleh ormas seharusnya sudah bisa dikategorikan pemerasan.

Kementerian Dalam Negeri juga menyatakan permintaan THR dari anggota ormas tidak bisa dibenarkan. Dari sisi keorganisasian, ormas yang meminta THR bisa saja dijatuhi sanksi mulai dari surat peringatan hingga pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Dasarnya, mereka telah melanggar Undang-Undang tentang Ormas karena mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum.

Permintaan THR oleh ormas dapat diperlakukan seperti halnya penerimaan bingkisan atau parsel hari raya oleh aparatur sipil negara (ASN). Lebih baik dilarang sama sekali. Dunia usaha pun akan lebih tenteram tanpa ulah premanisme ormas dengan embel-embel THR sukarela.



Berita Lainnya