Kisruh Minyak Goreng Ujian Kebangsaan

12/4/2022 05:00
Kisruh Minyak Goreng Ujian Kebangsaan
Ilustrasi MI(MI/Seno)

 

PEMERINTAH benar-benar tidak berdaya melawan kartel minyak goreng. Tingginya harga yang tidak mampu dikontrol telah membuat masyarakat sengsara dalam beberapa bulan terakhir. Bantuan langsung tunai terpaksa dikucurkan untuk menjadi bantalan bagi rakyat di bawah.

Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng masih terjadi hingga saat ini. Berjilid kebijakan telah dikeluarkan, tetapi harga minyak goreng tetap melambung. Berdasarkan data dari Pusat Harga Pangan Strategis Nasional, harga minyak goreng curah tercatat di angka Rp19.950 per kilogram dan minyak goreng kemasan di harga Rp25.450-Rp26.250 per kilogram.

Tidak hanya data, di lapangan harga minyak goreng juga tidak kunjung turun. Di sejumlah pasar di DKI Jakarta, harga minyak goreng curah masih nangkring di kisaran Rp22.000 per liter.

Sebuah ironi bahwa Indonesia selaku salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar justru tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya. Rakyat dipaksa berjibaku dengan melambungnya berbagai harga kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng, sementara sebagian kecil pihak menikmati keuntungan berlebih.

Kalau kaitannya dengan harga minyak dunia, mestinya demi semangat kebangsaan, atas nama kebersamaan sebagai bangsa, produsen tidak mengambil untung banyak-banyak. Urusan minyak goreng ini tengah menguji moralitas kebangsaan kita.

Selama ini para pengusaha tersebut telah bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun, menikmati sumber daya alam Indonesia. Nurani mereka semestinya terketuk untuk turut andil mengakhiri penderitaan rakyat karena minyak goreng ini.

Apalagi lahan yang digunakan para pengusaha untuk lahan sawit dan produksi minyak goreng juga masih berstatus milik negara. Mestinya, menurut Menteri BUMN Erick Thohir, mereka juga memiliki komitmen penuh dalam pemberian minyak goreng kepada rakyat.

Kemampuan pemerintah lewat BUMN jauh jika dibandingkan dengan pihak swasta dalam memproduksi minyak goreng. PT Perkebunan Nusantara hanya mempunyai 4% luas lahan CPO. Jika ditambahkan oleh lahan petani, jumlahnya cuma sekitar 7%.

Mereka seharusnya tidak seperti orang asing di negeri sendiri yang tak mau membantu masyarakat yang kesusahan. Swasta dituntut bergandengan tangan dengan BUMN, pemerintah pusat dan daerah, untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan minyak goreng.

Tentu, pernyataan Erick mesti ditindaklanjuti dengan penegakan hukum, upaya paksa oleh negara. Negara seharusnya tak cuma meminta, mengingatkan, tetapi wajib memastikan rakyat menikmati minyak goreng dengan harga yang layak.

Negara memiliki mandat rakyat yang bersifat memaksa. Selain itu, negara juga memiliki regulasi, aparat penegak hukum, aparat pajak, sistem insentif dan disinsentif dalam rangka menegakkan amanat konstitusi serta aturan dan perundang-undangan.

Dengan telah terbentuknya Satgas Minyak Goreng Curah seharusnya pemerintah bertindak tegas terhadap pengusaha minyak goreng nakal. Pihak-pihak yang sudah sekian lama memainkan komoditas kebutuhan rakyat banyak ini tak boleh berlama-lama lagi menghadirkan penderitaan masyarakat.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak perlu takut untuk membeberkan kelancungan para pengusaha minyak goreng yang nakal. Para mafia yang katanya sudah di tangan dan akan diumumkan menjadi tersangka pada 21 Maret lalu. Jangan hanya janji-janji, ungkap saja ke publik nama-namanya agar publik tahu biang penderitaan mereka, untuk selanjutnya diberi sanksi tegas.



Berita Lainnya