Ramadan Momentum Bangkit Bersama

04/4/2022 05:00
Ramadan Momentum Bangkit Bersama
(MI/Duta)

 

PERBEDAAN awal puasa mestinya dipandang sebagai rahmat dan tidak mengurangi sedikit pun arti kebersamaan. Ramadan menjadi momentum meningkatkan kesalehan ritual dan kesalehan kolektif. Saatnya bangkit bersama dari dampak pandemi covid-19.

Pemerintah menetapkan 1 Ramadan 1443 Hijriyah jatuh pada Minggu, 3 April 2022. Sementara itu, Muhammadiyah mengawali puasa sehari sebelumnya. Tepat kiranya ajakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas agar umat muslim menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk memperkuat solidaritas dan membersihkan residu manusiawi.

Hanya dengan memperkuat solidaritas dan membersihkan residu selama puasa kiranya menjadi jalan untuk bisa terlahir kembali sebagai manusia baru. Menjadi orang yang berkomitmen merawat harkat dan martabat kemanusiaan, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tidak terpuji seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Memang, membersihkan residu manusiawi pada awalnya menjadi tugas setiap pribadi dengan menjalankan ritual keagamaan. Residu yang mestinya dibersihkan ialah kesombongan, mengklaim diri sebagai pemegang monopoli kebenaran.

Akan tetapi, saleh personal saja belumlah cukup untuk membentuk masyarakat yang beradab. Kesalehan pribadi itu hendaknya bertranformasi menjadi gerakan bersama sehingga memperkuat solidaritas sosial.

Puasa tidak sekadar kemampuan menahan lapar dan dahaga. Jauh lebih penting lagi ialah puasa itu mengungkit sensitivitas pribadi terhadap kebutuhan dan permasalahan sesama manusia.

Semangat memberi selama masa puasa ini hendaknya tetap dalam bingkai kesadaran untuk saling mencintai dan saling membantu sesama manusia. Wujud nyata kesalehan sosial dalam memberi ialah tetap menaruh rasa hormat kepada yang menerimanya.

Memberi tidak harus menunggu kaya. Memberi dari kekurangan justru jauh lebih mulia. Apalagi, sebagai dampak pandemi covid-19, banyak orang di sekitar kita yang menantikan uluran tangan.

Dua tahun Ramadan dijalani dalam berbagai pembatasan utamanya menjaga jarak. Kali ini, meski masih dalam suasa pandemi, berkat kerja keras semua pihak, kasus covid-19 dapat dikendalikan.

Pemerintah pun mengambil kebijakan pelonggaran terkait dengan Ramadan. Bisa menjalankan salat wajib dan tarawih berjemaah di masjid. Pemerintah juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk melanjutkan tradisi mudik kendati dengan syarat vaksinasi lengkap dan vaksinasi penguat.

Pelonggaran yang diberikan pemerintah hendaknya dijalankan penuh tanggung jawab dengan tetap menjaga diri dan menjaga kesehatan. Tidak ada cara lain kecuali mematuhi protokol kesehatan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan sesama. Tidak ada salahnya juga untuk melakukan vaksinasi dan booster bagi mereka yang belum mendapatkannya. Ramadan hendaknya dijadikan momentum untuk bangkit bersama dari pandemi covid-19, bangkit dari pandemi menuju endemi.

Bentuk lain dari tanggung jawab itu ialah tetap menciptakan situasi yang kondusif. Jangan dibiarkan adanya kelompok masyarakat yang melakukan tindakan polisional seperti melakukan razia tempat makan. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia sudah melarang melakukan sweeping saat Ramadan.

Kiranya Ramadan kali ini semakin menebalkan toleransi. Modal sosial untuk itu sudah ada yang terekam dalam indeks kesalehan sosial (IKS) masyarakat Indonesia yang terus membaik. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kemenag, IKS 2021 masuk kategori sangat baik, skornya 83,92. Kesalehan sosial itu jangan sekadar angka statistik, tapi harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 



Berita Lainnya