Ujian Luar Biasa Diplomasi Kita

28/3/2022 05:00
Ujian Luar Biasa Diplomasi Kita
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

POLITIK luar negeri Indonesia benar-benar sedang diuji. Kapasitasnya sebagai Presidensi G-20 pun tengah menghadapi tantangan superserius terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.

Sebagai konsekuensi atas invasi yang dilancarkan pada 24 Februari lalu, keanggotaan Rusia di G-20 dipersoalkan. Sejumlah anggota G-20 lainnya menuntut Rusia dikeluarkan atau paling tidak mereka tak diundang pada KTT di Bali, November mendatang.

Adalah Amerika Serikat yang memotori tuntutan tersebut. Presiden AS Joe Biden menegaskan Rusia harus didepak dari keanggotaan G-20 meski keputusan itu tergantung juga pada anggota-anggota yang lain.

PM Australia Scott Morrison bersikap sama. Dia berpandangan, kehadiran Putin di KTT G-20 merupakan langkah yang sangat berlebihan. Jika Presiden Rusia Vladimir Putin datang, Morrison tidak akan hadir. Kalau toh tetap harus hadir, dia menolak untuk duduk satu meja dengan Putin.

AS dan kawan-kawan memang paling kencang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Mereka membanjiri 'Negeri Beruang Merah' itu dengan seabrek sanksi, mulai sanksi ekonomi, budaya, hingga politik. Mereka yang secara tradisi memang menjadi rival Rusia juga terus berusaha mengucilkan seterunya itu.

Sah-sah saja AS dan negara-negara Barat memusuhi Rusia. Kita menghormati pandangan dan sikap politik mereka. Namun, ketika pandangan dan sikap itu hendak ditularkan kepada kita, negara ini harus bersikap. Apalagi, ada kecenderungan mereka ingin memaksakannya.

Pada konteks itulah kita mendukung sepenuhnya sikap pemerintah. Sikap pemerintah sudah tepat, yakni tetap mengundang Rusia. Undangannya, seperti halnya untuk negara-negara anggota lainnya, juga sudah dikirimkan pada 22 Februari lalu.

Pemerintah benar, sebuah organisasi mengacu pada aturan dan prosedur yang telah disepakati bersama. Demikian halnya G-20 sebagai organisasi 20 negara dengan perekonomian besar di dunia. Salah satu aturannya, presidensi punya kewajiban untuk mengundang seluruh anggota.

Jadi, sudah tepat, amat tepat, Indonesia sebagai keketuaan G-20 2022 mengundang Rusia. Hal ini selaras pula dengan diplomasi Indonesia yang selalu didasarkan pada prinsip dasar dan aturan yang berlaku.

G-20 ialah forum kerja sama ekonomi internasional. Indonesia pun akan memusatkan pelaksanaan G-20 tahun ini untuk isu-isu ekonomi dan pemulihan global pascapandemi covid-19 yang merupakan agenda prioritas dunia. Tidak ada unsur politik dalam hal ini sehingga tak semestinya dibawa-bawa ke ranah politik.

Sebagai Presidensi G-20, Indonesia tak bisa didikte oleh siapa pun. Sebagai penyelenggara KTT nanti, kita bukan sekadar event organizer yang bisa diatur-atur. Kita ialah ketua yang punya kewenangan mengatur perhelatan akbar itu berdasarkan prinsip dan prosedur yang ada.

Sebagai negara berdaulat, kita juga pantang didikte oleh negara adi kuasa sekalipun. Prinsip ini tak bisa ditawar-tawar. Prinsip inilah yang membuat kita tetap eksis, tetap dipandang oleh dunia internasional.

Mengundang Rusia bukan berarti kita mendukung invasi mereka ke Ukraina. Kita terus mendorong agar perang yang hanya menghadirkan duka segera diakhiri. Sikap inilah yang perlu untuk diyakinkan kepada mereka yang menolak kehadiran Rusia di KTT G-20.

Harus kita akui, tantangan diplomasi yang dihadapi Indonesia kali ini sangat tidak gampang. Tetap mengundang Rusia merupakan langkah mudah, tetapi memastikan agar anggota lain yang menolak untuk memahami sikap itu sangat sulit.

Diplomasi tingkat tinggi harus diambil. Bila perlu, Presiden Jokowi berbicara langsung dengan para pemimpin negara yang menolak kehadiran Rusia di KTT G-20.



Berita Lainnya