Tutup Celah Penyimpangan IKN

23/3/2022 05:00
Tutup Celah Penyimpangan IKN
Ilustrasi MI(MI/Seno)

 

DENGAN begitu besarnya proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, wajar jika disertai banyak tantangan. Ini bukan hanya terjadi karena permasalahan yang sudah ada, tapi juga permasalahan yang dipicu ulah para spekulan dan mafia.

Seberapa pun permasalahan di awal pembangunan ini bukanlah kegagalan. Begitu pun keberhasilan dan tuntasnya permasalahan itu akan menentukan hasil akhir IKN Nusantara. Segala permasalahan yang tidak tuntas akan berdampak terus pada tahapan-tahapan pembangunan selanjutnya.

Ketika semakin banyak permasalahan dibiarkan, itulah sesungguhnya petaka IKN. Sebab, bukan hanya akan gagal memenuhi harapan mengenai sebuah ibu kota baru, proyek ini pun bakal menimbulkan konflik ekonomi, sosial, lingkungan, dan bahkan politik.

Kini, tantangan awal pembangunan semakin bertambah dengan dugaan praktik bagi-bagi kaveling dalam proyek IKN di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Temuan praktik ini diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu.

Temuan ini sekaligus menguatkan berbagai laporan praktik mafia tanah yang sudah mengemuka sejak proyek IKN bergaung. Meski berkali-kali para pejabat, termasuk Gubernur Kaltim, mengatakan bahwa tidak ada praktik jual-beli tanah di lahan IKN yang mencapai lebih dari 256.000 hektare, nyatanya bukan berarti lahan itu bebas persoalan.

Jika praktik bagi-bagi kaveling benar adanya maka jelas tindak korupsi terjadi sebab lahan IKN semestinya merupakan lahan negara. Temuan ini bukanlah hal sepele dan mendesak untuk segera diungkap tuntas.

Praktik bagi-bagi kaveling tanah negara menunjukkan kenekatan para oknum meski proyek ini menjadi perhatian bangsa. Dengan kenekatan itu maka tidak sulit kita bayangkan berbagai praktik penyimpangan lahan lainnya terkait proyek IKN. Jika terhadap lahan negara saja mereka begitu berani, apalagi terhadap lahan warga?

Maka, tidak mengherankan jika sejumlah masyarakat adat mengeluh tanahnya dicaplok. Salah satu warga suku Paser Balik yang tinggal berjarak 10 km dari titik nol IKN mengatakan patok-patok IKN telah terang-terangan menerobos tanah adat.

Sebagian lahan adat tersebut memang belum memiliki sertifikat kepemilikan, tapi telah sejak lama berstatus segel tanah dengan surat bermeterai yang diketahui aparatur desa. Penyerahan sertifi kat tanah adat memang juga pekerjaan rumah negara yang masih belum terselesaikan.

Konflik agraria karena tumpang-tindih hutan konsesi dengan tanah adat sendiri sudah merupakan permasalahan lama di Tanah Air, termasuk di Penajam Paser Utara. Di Kecamatan Sepaku saja ada sekitar 6.000 hektare lahan yang belum mendapat sertifikat.

Adapun totalnya, dari 21 komunitas masyarakat adat yang mendiami kabupaten, ada sekitar 30.000 hektare tanah adat yang dilaporkan tercaplok lahan izin konsensi perkebunan dan pertambang an. Ke-21 komunitas masyarakat adat ini telah diverifi kasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Sebab itu, bukan hanya tugas KPK untuk mengusut tuntas kasus bagi-bagi lahan ini. Berbagai lem baga dan kementerian terkait pun harus segera menuntaskan persoalan lahan adat di wilayah tersebut. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) semestinya bergerak cepat untuk mengidentifi kasi dan memverifi kasi status tanah di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal sejurus juga menjadi tugas urgen Ke menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menginventarisasi tanah-tanah yang ada di wilayah hutan yang direncanakan masuk kawasan IKN.

Penuntasan masalah legalitas inilah yang tepat dilakukan ketimbang bernegosiasi dengan segilintir perwakilan tokoh adat. Kehadiran IKN Nusantara mesti mampu menyejahterakan kehidupan yang semula ada.



Berita Lainnya