Butuh Bukti bukan Janji

22/3/2022 05:00
Butuh Bukti bukan Janji
(MI/Duta)

 

SANGAT jelas dan terang benderang bahwa urusan minyak goreng di negeri ini dikuasai oleh para spekulan yang memainkan harga seenaknya. Celakanya, pemerintah seakan tidak berdaya untuk bertindak melawan para pengusaha nakal itu.

Ketika pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter, pasokan minyak goreng ditahan. Berbagai merek minyak goreng dalam kemasan seakan lenyap ditelan bumi dari gerai-gerai ritel. Masyarakat harus antre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng.

Kemudian, HET minyak goreng dihapus dan diserahkan pada harga pasar. Seketika itu pula minyak goreng banjir di pasaran. Namun, para spekulan yang mengontrol pasokan dengan seenaknya memainkan harga. Di gerai-gerai ritel harganya dilambungkan hingga Rp25.000 per liter.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa kelangkaan minyak goreng terjadi bukan karena kurangnya produksi. Biang kerok meroketnya harga minyak di negeri raja sawit ini ialah akibat faktor distribusi dan penyelewengan. Urusan minyak goreng telah menjadi tragedi bagi bangsa ini.

Sejak Januari 2022, ada enam regulasi yang diterbitkan Kementerian Perdagangan, tetapi tak satu pun berimplikasi positif terhadap kesejahteraan rakyat. Tak satu pun regulasi yang mampu menyelesaikan persoalan minyak goreng.

Negara sepertinya bertekuk lutut di hadapan para tengkulak. Negara dengan status sebagai penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia ini tidak bisa menyediakan pasokan minyak goreng yang memadai bagi rakyatnya.

Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi juga tidak langsung bertindak. Rakyat seakan dibiarkan untuk menyelesaikan persoalan minyak goreng sendiri. Mestinya pemerintah dengan seluruh perangkatnya mampu mengakhiri polemik minyak goreng ini.

Kenyataannya, berhari-hari harga yang melambung tinggi dibiarkan saja, tidak ada langkah lanjutan untuk menstabilkan harga. Begitu pun rencana untuk mengumumkan tersangka mafia minyak goreng, kemarin, tidak terealisasi. Janji tinggal janji.

Pihak Polri menyatakan belum ada satu pihak pun yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam karut-marut minyak goreng ini. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan justru menyatakan pihaknya akan melakukan konfirmasi ke Luthfi.

Terus terang, rakyat butuh minyak goreng dengan harga terjangkau saat ini juga, tidak bisa menunggu proses hukum mafia minyak goreng. Mestinya Mendag dengan kewenangannya menindak terlebih dahulu para spekulan, cabut izin usahanya, tertibkan distribusinya.

Jika kelamaan tidak bertindak, jangan salahkan publik apabila berspekulasi bahwa para pejabat yang menangani urusan minyak goreng ini lebih melindungi kepentingan para pengusaha nakal daripada memperjuangkan harga minyak goreng yang terjangkau bagi rakyat kecil.

Rakyat masih menaruh harapan agar pemerintah benar-benar mengawasi minyak goreng curah yang disubsidi dengan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram. Adanya gap antara harga minyak goreng curah dan kemasan dikhawatirkan memicu praktik pemalsuan yang perlu diantisipasi.

Sudah saatnya pemerintah membuktikan bahwa negara tidak kalah melawan mafia minyak goreng. Rakyat butuh bukti, bukan janji-janji manis.



Berita Lainnya