Rutin Mengevaluasi Sekolah Tatap Muka

25/9/2021 05:00
Rutin Mengevaluasi Sekolah Tatap Muka
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

DISIPLIN protokol kesehatan menjadi kunci sukses pembelajaran tatap muka (PTM). Sekecil apa pun kasus yang ditemukan saat sekolah tatap muka harus menjadi perhatian serius semua pihak.

Menjadi perhatian karena semua pihak menolak sekolah menjadi klaster baru pada saat penyebaran covid-19 mulai melandai. Jika ada kasus positif, sekolah langsung ditutup dan segera dilakukan disinfeksi, pelacakan, dan testing kontak erat.

Sejauh ini memang belum ada klaster PTM. Akan tetapi, data yang dikeluarkan Kemendikbudristek patut menjadi perhatian. Disebutkan bahwa sejak Juli 2020 hingga September 2021, ada 2,8% dari 46.500 satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular covid-19.

Terlepas dari kontroversi kebenaran data tersebut, faktanya bahwa ada satuan pendidikan yang tertular covid-19. Tindakan yang diambil sejumlah daerah patut diapresiasi, sekolah langsung ditutup. DKI Jakarta, misalnya, sejak melaksanakan PTM mulai 30 Agustus sampai 22 September, terdapat tujuh sekolah yang ditutup sementara.

PTM harus jalan terus, pendidikan tidak boleh berhenti dalam kondisi apa pun. Penutupan sekolah yang berkepanjangan membuat peserta didik semakin tertinggal dalam belajar. Tidak saja memperlebar kesenjangan pendidikan, kondisi ini berdampak nyata pada hilangnya pengalaman belajar dan putus sekolah.

Pembukaan kembali sekolah tatap muka sudah diatur melalui Surat Keputusan Bersama Mendikbudristek, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Mendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021.

Panduan SKB empat menteri itu membolehkan pembelajaran tatap muka, tidak mewajibkan. Perlu kesungguhan semua pengambil keputusan untuk memastikan kesiapan pemerintah daerah, orangtua siswa, dan terutama sekolah dalam menjalankan protokol kesehatan covid-19.

Bila perlu protokol kesehatan diajarkan dengan sungguh-sungguh di sekolah. Sebab, kata Presiden Joko Widodo, kemarin, pandemi covid-19 belum bisa diprediksi secara pasti kapan akan betul-betul berakhir, covid-19 tidak mungkin hilang secara total. Yang bisa dilakukan ialah mengendalikan penyebarannya.

Protokol kesehatan harus menjadi kebiasaan baru dalam melakukan aktivitas sehari-hari di sekolah. Pastikan seluruh siswa dan guru menggunakan masker, menjaga jarak, mengukur suhu, dan menjalankan kewajiban mencuci tangan sebelum dan setelah memasuki ruang kelas.

Jangan sampai, misalnya, ada siswa atau guru yang berkerumun untuk berfoto-foto tanpa menjaga jarak dan memakai masker. Begitu pun dengan syarat kewajiban dua kali vaksin untuk siswa dan tenaga pendidik serta pihak-pihak di lingkungan sekolah, wajib dilaksanakan. Jika ada siswa atau guru yang belum divaksin, sebaiknya kegiatan PTM ditangguhkan.

Harus jujur diakui bahwa belum semua satuan pendidikan disiplin menjalankan protokol kesehatan. Berdasarkan data yang dihimpun Kemendikbudristek sejak Maret tahun lalu, kasus penyebaran covid-19 paling banyak terjadi di sekolah dasar, yakni sebesar 2,78% atau 581 sekolah. Disusul 252 PAUD, 241 SMP, serta 107 SMA, dan 70 SMK. Data itu harusnya bisa jadi bahan evaluasi.

Elok nian bila PTM dievaluasi secara berkala, ada evaluasi harian dan evaluasi mingguan. Hasil evaluasi itu, bila perlu, melibatkan pakar epidemiologi untuk menentukan apakah PTM di sekolah tertentu dilanjutkan atau dihentikan sementara.

Pengawasan dan rutin mengevaluasi penyelenggaran pembelajaran tatap muka terbatas dapat mencegah munculnya klaster baru di sekolah. Faktor keamanan bagi peserta didik dan tenaga pengajar tetap menjadi yang utama.



Berita Lainnya