Menurunkan Tarif Menguatkan Testing

03/9/2021 05:00
Menurunkan Tarif Menguatkan Testing
Editorial(MI. Duta)

 

 

SITUASI pagebluk covid-19 yang sedang dalam tren menurun seperti saat ini sama sekali bukan pertanda bahwa kita boleh kehilangan kontrol. Waspada tetap harus menjadi kunci. Dari sisi regulator, salah satu bentuk kewaspadaan itu ialah tetap menguatkan tracing, testing, dan treatment alias 3T.

Dalam konteks itu, keputusan pemerintah menurunkan tarif tes antigen layak kita apresiasi. Pada Rabu (1/9), Kementerian Kesehatan menetapkan standar harga terbaru pemeriksaan rapid diagnostic test antigen (RDT-Ag) dari Rp250.000 menjadi Rp99.000 untuk Pulau Jawa dan Bali dan Rp109.000 untuk luar Pulau Jawa dan Bali.

Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), alasan utama penurunan harga itu karena produksi alat rapid test antigen di dalam negeri dari produsen lokal saat ini meningkat. Selain itu, harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan alat tes antigen di dalam negeri juga turun.

Ini kabar baik kedua setelah setengah bulan sebelumnya, juga melalui surat edaran Kementerian Kesehatan, batas tarif tertinggi tes PCR diturunkan. Kini, harga tes PCR di Jawa dan Bali paling mahal Rp495.000, sedangkan di daerah lain Rp525.000. Penurunan tarif tes PCR saat itu juga dipicu rendahnya harga reagen dan bahan habis pakai.

Terlepas dari alasan kian murahnya bahan baku maupun semakin dominannya produsen lokal dalam perkara tes korona tersebut, penurunan harga tes antigen dan PCR menguarkan pesan menggembirakan. Pada titik ini kita mesti menyambut positif munculnya kesadaran pemerintah bahwa tracing dan testing harus dikuatkan, salah satunya dengan cara menurunkan harga atau tarifnya.

Kita tahu lemahnya tracing akan membuat bias penanganan. Kalau ditambah lagi dengan testing yang seret, hasilnya adalah bencana. Mengapa? Tanpa tracing dan testing yang memadai, kita akan selalu gagal mengidentifikasi jumlah dan siapa saja yang terpapar virus. Kekacauan itu akan memberikan jalan bagi penularan virus, tanpa terdeteksi, tanpa terantisipasi.

Situasi seperti itu sempat kita alami. Penambahan jumlah kasus harian landai bukan karena penularannya terkendali, tetapi karena tracing dan testing-nya sangat minimal. Kiranya kita mesti menjaganya agar tidak kembali ke titik tersebut.

Kini, salah satu variabel yang dulu sempat membuat jumlah testing minim, yakni komponen harga, sudah ditekan. Sepatutnya itu menjadi modal kuat bagi pemerintah untuk melejitkan testing. Pada ujungnya hal tersebut akan membuat penanganan pandemi menjadi lebih baik.

Kian murahnya biaya tes juga akan membuat aktivitas tempat atau transportasi yang mensyaratkan tes antigen/PCR sedikit banyak mulai bergairah. Dari sudut pandang pemulihan ekonomi, hal itu tentu sangat positif dan mesti kita sokong.

Yang patut dijaga ialah pengawasannya. Dalam kasus penurunan harga tes PCR lalu, misalnya, masih ada sejumlah rumah sakit swasta dan klinik yang tidak segera menurunkan harga sesuai aturan dengan beragam dalih. Juga pengawasan terhadap kualitas testing yang tak boleh turun meskipun harga diturunkan.

Perkara apakah harga antigen maupun PCR itu masih kemahalan atau tidak, itu bisa kita debatkan, bisa kita diskusikan dengan pemerintah sebagai pengambil keputusan. Boleh jadi ada komponen-komponen biaya yang masih bisa ditekan lagi, atau barangkali pemerintah mau mengintervensinya dengan subsidi.

Idealnya, semakin murah biaya, kesediaan masyarakat untuk melakukan testing akan semakin besar. Kalau bisa murah, kenapa mesti mahal?



Berita Lainnya