Nilai Taliban dari Tindakan

30/8/2021 05:00
Nilai Taliban dari Tindakan
(MI/Duta)

 

 

POLITIK luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional. Prinsip bebas aktif itu mengandung makna teguh dalam prinsip dan pendirian, tapi tetap rasional dan luwes dalam pendekatan.

Prinsip politik luar negeri yang bebas aktif diterjemahkan secara apik oleh Kementerian Luar Negeri kita. Kemenlu tampak kreatif, aktif, dan antisipatif menghadapi setiap persoalan di luar negeri.

Diplomasi yang dilakukan Kemenlu tidak sekadar rutinitas apalagi reaktif. Diplomasi yang mengutamakan substansi tanpa mengabaikan kemasan itulah yang diperlihatkan Menlu Retno Marsudi.

Tatkala terjadi krisis politik yang berdampak pada keamanan di Afghanistan, prioritas utama Indonesia ialah menyelamatkan warga negaranya. Operasi pemulangan warga negara pada pertengahan bulan ini sebuah bukti nyata bahwa negara hadir dalam setiap persoalan yang dihadapi warganya.

Krisis politik di Afghanistan terjadi setelah kelompok Taliban menguasai Ibu Kota Kabul, simbol kekuasaan di Afghanistan, pada 15 Agustus. Taliban menawarkan janji rekonsiliasi, bersumpah tak akan membalas dendam terhadap lawan-lawan politiknya, dan akan menghormati hak-hak perempuan dalam pemerintahan baru Afghanistan.

 

Di Indonesia, sejumlah tokoh tampil meyakinkan publik bahwa Taliban itu tidak perlu ditakuti. Karena itu, mereka meminta Presiden Joko Widodo segera mengakui Taliban. Indonesia, termasuk negara-negara lain, justru menilai Taliban dari tindakan-tindakannya ketimbang kata-katanya.

Dalam perspektif memastikan tindakan-tindakan Taliban itulah patut diapresiasi kunjungan Menlu Retno Marsudi ke kantor Taliban di Doha, Qatar, pada Kamis (26/8).

Ada tiga pesan penting yang disampaikan Menlu Retno kepada perwakilan Taliban, yaitu pemerintah inklusif di Afghanistan, menghormati hak-hak perempuan, serta memastikan Afghanistan tidak menjadi tempat berkembang organisasi dan kegiatan teroris.

Afghanistan tidak lagi menjadi persemaian terorisme juga menjadi perhatian Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI yang menggelar sidang darurat pada Minggu (22/8). OKI memperingatkan agar Afghanistan tidak lagi dijadikan pangkalan bagi organisasi-organisasi teroris. OKI juga mendorong dialog inklusif untuk mengatasi krisis Afghanistan.

Terus terang, sejauh ini, Afghanistan belum mampu menyingkirkan kekuatan teroris. Buktinya, terjadi dua ledakan bom di dekat Bandara Hamid Karzai di Kabulistan, Jumat (27/8), yang merenggut korban jiwa.

Kita percaya, sangat percaya, krisis Afghanistan hanya bisa diatasi oleh rakyat setempat bersama kekuatan organiknya. Tanggung jawab pemerintah baru sangat besar dan berat, terutama menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi warganya.

Krisis Afghanistan bisa dijadikan bahan refleksi untuk kepentingan dalam negeri Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa di atas segalanya. Paling penting lagi ialah sirkulasi elite melalui proses demokratis, jangan sekali-kali mencopot pemimpin di tengah jalan apalagi dengan tindakan kekerasan. Karena itu, tidak pantas menyambut kemenangan Taliban dengan glorifikasi.

Penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar Indonesia tetap dalam kerangka memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasional, termasuk perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri.



Berita Lainnya