Menajamkan Fokus Koalisi

27/8/2021 05:00
Menajamkan Fokus Koalisi
(MI/Seno)

 

 

BERKOALISI dalam konteks politik barangkali sama artinya dengan menjalin persahabatan dalam konteks sosial. Teman koalisi derajatnya setingkat dengan sahabat. Sebagai sahabat, mestinya ia tak hanya ikut tampil ketika ada keriaan, tetapi juga hadir di kala kesulitan. Bukan sahabat namanya kalau cuma mau ikut senang, tapi tak mau menanggung susah.

Dalam perspektif itulah mungkin kita bisa memaknai pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan elite parpol koalisi pendukung pemerintah, Rabu (25/8). Jokowi ingin mengajak elemen bangsa, setidaknya para pendukungnya yang diwakili parpol koalisi, untuk bergotong royong dan menajamkan fokus demi menuntaskan persoalan yang masih menggantung di depan mata, yakni pandemi covid-19.

Bolehlah kita katakan Jokowi sedang melakukan relaksasi politik. Ia ingin menyingkirkan dulu politik level sempit yang kerap hanya menciptakan kegaduhan dan keramaian tanpa makna. Kemudian dia mengajak sahabat-sahabat koalisinya itu bermain politik level agung (grand politics) dengan satu tujuan: fokus menyelesaikan pandemi dan kembali membangun ekonomi.

Tanpa harus disuratkan, kiranya terkandung pula sindiran dalam ajakan pertemuan Jokowi itu. Utamanya kepada beberapa elite parpol pendukung pemerintah yang sudah mulai membagi fokus mereka demi kepentingan Pemilu 2024, bahkan ketika pandemi sedang di puncaknya. Dalam bahasa yang sangat halus, mungkin Jokowi ingin mengatakan sesama sahabat mestinya kompak mencari solusi atasi pandemi, bukan malah sibuk berpromosi mengangkat-angkat diri.

Betul bahwa persoalan bangsa ini bukan melulu urusan kubu koalisi pendukung pemerintah. Semua elemen bangsa punya tanggung jawab memberikan kontribusi dalam penanganan dan penyelesaian persoalan-persoalan itu. Namun, di mana moralnya kalau ada anggota koalisi tidak 100% menyokong kerja keras pemerintah dan malah memainkan agenda tersendiri?

Makna berikutnya dari pertemuan di Istana Negara itu ialah penggalangan kekuatan. Masuknya anggota baru dalam barisan koalisi itu, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), secara positif bisa dibaca sebagai upaya Jokowi untuk menambah kekuatan, terutama dalam upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemi.

Sejak awal, membalikkan perekonomian nasional yang sempat terjerembap tajam di triwulan II-2020 lalu memang bukan upaya gampang, bahkan teramat sulit. Inilah yang membuat pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, perlu mengumpulkan lagi semua kekuatan agar upaya melancarkan roda perekonomian kembali seperti, minimal mendekati, sebelum pandemi dapat dilakukan lebih cepat.

Sorotan lain ialah terkait koordinasi. Perbedaan politik, entah itu antara anggota koalisi di pemerintah pusat atau antara pemerintah pusat dan daerah tak semestinya membuat koordinasi menjadi lamban, bahkan mampet. Ada dugaan koordinasi yang lemah dan otonomi daerah membuat proses pengambilan keputusan, terutama di masa darurat covid-19 menjadi lelet dan tidak efektif.

Karena itu, selama dimaksudkan sebagai arena mencari jalan terbaik memecahkan persoalan bangsa dan bukan semata untuk tujuan bagi-bagi kekuasaan, inisiatif pertemuan semacam itu patut diapresiasi. Kiranya kita mendukung diadakan pertemuan rutin Presiden dengan parpol koalisi pendukungnya. Bahkan berkomunikasi dan berdiskusi dengan oposisi pun bukan hal tabu sepanjang itu ditujukan untuk kepentingan bangsa.

Ini saatnya semua berpikir, bertindak, dan bekerja sama untuk kepentingan negeri, bukan waktunya berdiam diri, apalagi sibuk menonjolkan diri.



Berita Lainnya