Kotak Amal Terorisme

25/8/2021 05:00
Kotak Amal Terorisme
Editorial(MI.Seno)

 

 

TERORISME masih eksis di Tanah Air. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Polri bahkan menunjukkan sel-sel teroris cukup kuat karena diduga mendapatkan sokongan pendanaan yang besar selama beberapa tahun terakhir.

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri membongkar adanya aliran pengumpulan dana untuk kelompok teroris Jamaah Islamiyah sejak 2014. Dana yang dihimpun dari sumbangan-sumbangan masyarakat melalui kotak-kotak amal dan donasi lain yang disamarkan peruntukannya itu total mencapai ratusan miliar rupiah.

PPATK juga menemukan 4.093 laporan transaksi keuangan mencurigakan dan 172 hasil analisis dan informasi terkait pendanaan terorisme. Transaksi-transaksi itu merupakan akumulasi sejak 2016 hingga Mei 2021.

Dengan dana tersebut, kelompok teroris bisa terus melakukan rekrutmen, membangun jaringan, memberikan pelatihan, hingga merencanakan aksi-aksi teror. Mereka juga memanfaatkannya untuk membiayai penyembunyian para buron kasus terorisme.

Temuan-temuan itu menuntut peningkatkan kewaspadaan. Terlebih ada perubahan politik di Afghanistan dengan Taliban kembali menjadi penguasa. Densus 88 menyebutkan kelompok Jamaah Islamiyah mendominasi aksi-aksi teror di Tanah Air, mulai penembakan hingga bom bunuh diri. Kelompok ini kerap mengirimkan anggotanya ke Afghanistan untuk menjadi eksekutor aksi teror yang terlatih.

Kegiatan-kegiatan kelompok teroris belakangan ini hanya berlangsung di bawah tanah, belum sampai pada eksekusi aksi teror. Beberapa berhasil dicegah dengan penangkapan terhadap para terduga perancang dan calon pelaksana.

Kendati begitu, sel-sel teroris terus aktif, didukung masyarakat yang mendanai secara tidak sengaja. Kelompok teroris memetik keuntungan dari sifat kedermawanan masyarakat Indonesia. Apalagi, tahun ini, Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan oleh Charities Aid Foundation (CAF).

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pula yang percaya begitu saja keterangan penggalang dana. Tentu saja, pada kotak-kotak amal yang disodorkan tidak ada satu pun yang mencantumkan label 'Jamaah Islamiyah' atau 'Jamaah Ansharut Daulah'.

Kalaupun ada label tersebut, barangkali penyumbang tidak menyadarinya. Masyarakat kita hampir tidak pernah membaca secara detail keterangan pada kotak-kotak amal. Ada rasa tidak enak bila terlalu banyak bertanya, apalagi menyelisik penggunaan dana. Toh, uang yang disumbangkan tidak seberapa.

Penyalahgunaan saluran donasi oleh kelompok terorisme menunjukkan perlunya penguatan regulasi tentang transparansi penggalangan dan penggunaan dana amal. Ibarat makanan dan minuman yang diperdagangkan, kewajiban pemerintah memastikan semua produk yang beredar aman dikonsumsi.

Jangan sampai keliru. Pengetatan regulasi semestinya menutup celah penyelewengan dana sumbangan, bukan malah menyurutkan semangat masyarakat untuk beramal. Bagaimanapun juga, kedermawanan merupakan kekuatan sosial yang mampu ikut mengangkat bangsa dari keterpurukan.

Penyumbatan pendanaan terorisme juga membutuhkan penegakan hukum yang gencar. Selama ini penggunaan Undang-Undang No 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme untuk masih sangat minim.

Dalam menindak, aparat cenderung lebih fokus pada tindak pidana terorisme dan kerap mengabaikan penyandang dananya. Belum lagi yang tindak pidana pencucian uang yang terkait pendanaan terorisme.

Perangkat hukum penindakan terorisme dan kegiatan pendukungnya sesungguhnya sudah cukup lengkap, kini tinggal eksekusinya.



Berita Lainnya