Menghapus Kematian bukan Solusi

12/8/2021 05:00
Menghapus Kematian bukan Solusi
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

GELOMBANG pandemi covid- 19 di Indonesia saat ini sedang memasuki fase yang‘membingungkan’. Kita sebut begitu karena di satu sisi jumlah kasus harian ataupun kasus aktif covid-19 secara nasional berada dalam tren menurun, tetapi tingkat kematian masih bertahan tinggi. Dalam kondisi normal, jumlah kasus dan kematian semestinya bergerak dalam tren yang sama.

Pada Selasa (10/8), jumlah kematian itu bahkan kembali menembus di atas 2.000 kasus, tepatnya 2.048 orang akibat co vid-19. Itu angka tertinggi sejak 27 Juli 2021 yang mencatat kematian sebanyak 2.069 jiwa. Hanya dua kali itulah Indonesia mencatat pe nambahan kasus kematian menembus angka 2.000 ribu selama pandemi dan keduanya terjadi saat kasus penularan covid-19 tengah melandai.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan sempat menjelaskan bahwa angka kematian tinggi itu lebih disebabkan oleh masalah keterlambatan input data sehingga akumulasi kasus dilakukan dari beberapa pekan sebelumnya.

Pendek kata, menurutnya, problem data itu menimbulkan distorsi dalam penilaian. Bahkan kemudian pemerintah mengambil langkah mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian penanganan pandemi untuk sementara waktu.

Mungkin benar ada persoalan data karena, negeri ini memang ham pir selalu tersandera oleh ketidakakuratan data dan pandataan. Namun, apakah arif kalau ketidakbecusan data itu serta merta dijadi kan alasan untuk menghapus angka kematian dari variabel penanganan pandemi walaupun di sebut untuk sementara waktu?

Semata menyalahkan pengumpulan data seraya menegasikan fakta bahwa kematian masih mencatat angka yang tinggi sungguh sebuah respons pemangku kebijakan yang amat tidak bijak. Keputusan mencabut angka kematian dari indikator penanganan pandemi ibarat membuang kulit, sementara isinya tak disentuh. Tidak menyelesaikan persoalan. Tidak membuat angka kematian menjadi turun.

Tugas pemerintah ialah men cari sebab kematian yang tinggi, memetakan persoal annya secara detail, kemudian menentukan solusi melalui strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengerem laju kematian. Dicarikan solusi karena angka kematian mestinya tidak bisa dihilangkan, kendati untuk sementara waktu, sebagai indikator penting dalam pandemi.

Sejatinya, dalam konsep besar penanganan wabah, indikator angka kematian tidak hanya penting untuk menilai derajat keparahan, tetapi juga untuk mengetahui pola penyebaran sekaligus pola kematian yang terbentuk oleh wabah tersebut. Pola-pola itu kemudian bisa menjadi landasan pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dan merencanakan strategi penanganan pandemi yang lebih baik.

Seperti saat ini pun sesungguhnya sudah terbentuk sebuah pola, bahwa kematian yang banyak terjadi di saat kasus menurun ialah gambaran masih lemahnya intervensi pemerintah dalam hal testing, tracing, dan treatment covid-19 alias 3T. Kelemahan 3T itu membuat banyak kasus tidak terdeteksi dan sebagian lagi terdeteksi, tetapi terlambat mendapat penanganan.

Kini, mau tidak mau, persoalan kematian yang tinggi mesti dijadikan fokus penanganan pandemi covid-19 saat ini. Percuma kita membanggakan turunnya kasus covid-19, tetapi pada saat yang sama tingkat ketidakselamatan alias kematian malah tak turun-turun. Sekali lagi kita ingatkan, jadikan ia fokus penanganan.
 



Berita Lainnya