Hentikan Kekonyolan

09/7/2021 05:00
Hentikan Kekonyolan
Ilustrasi(MI/DUTA)

 

 

ALIH-ALIH mereda, amuk virus korona terus saja menggila. Tidak ada yang tahu kapan virus mematikan itu akan menyudahi keganasannya, tetapi lama tidaknya ia merajalela tergantung pula pada sikap kita. Menghentikan kekonyolan ialah keniscayaan untuk mengalahkannya.

Kenapa covid-19 begitu superior di negeri ini? Kenapa virus korona senang berlama-lama menjajah Indonesia? Salah satunya ialah karena kekonyolan sebagian anak bangsa.

Awal kekonyolan itu ialah sikap menganggap remeh sebagian pejabat ketika belum ditemukan adanya orang di Indonesia yang terpapar korona. Mereka begitu percaya diri, bahkan terkesan sombong, bahwa covid-19 tidak mungkin merambah Indonesia di kala negara-negara lain sudah babak belur dibuatnya.

Hilang kekonyolan yang satu muncul kekonyolan yang lain. Padahal, serangan korona secara jelas terpampang di depan mata. Ibarat patah tumbuh hilang berganti, kekonyolan terus dipamerkan hingga kini.

Kekonyolan yang berakibat sangat mengerikan ialah pelanggaran besar-besaran terhadap larangan mudik Lebaran 2021. Sudah jelas mudik diharamkan, tetapi jutaan orang tak peduli dan mengabaikannya.

Egoisme mereka lebih kuat ketimbang kepedulian untuk bersama-sama membendung penyebaran covid-19. Akibatnya, tentu saja fatal. Virus korona menyebar ke mana-mana, kasus positif pun melonjak berkali-kali lipat.

Ditambah lagi dengan masuknya sejumlah varian baru dari mancanegara, terutama India, yang penularannya juga beberapa kali lipat lebih mudah, lengkap sudah embrio bagi terciptanya malapetaka.

Saat ini, petaka itu sedang kita alami. Bukan hanya mereka yang konyol, yang tidak konyol juga ikut merasakan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan mendekati kolaps.

Drama memilukan para penderita yang tak bisa penanganan terus menjadi suguhan. Kematian pun semakin akrab, tidak cuma di rumah sakit, tetapi juga di rumah-rumah tatkala mereka yang terpapar menjalani isolasi mandiri.

Mau bukti apalagi untuk menunjukkan bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja? Mau dalih apa lagi untuk tidak mematuhi kebijakan pemerintah dalam mengatasi wabah?

Lepas dari kekurangan yang ada, pemerintah sudah dan terus berupaya keras untuk membendung gelombang korona. Mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021, kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat diterapkan. Tujuannya jelas dan tegas, yakni membatasi mobilitas masyarakat untuk membatasi ruang gerak covid-19.

Pemerintah juga terus menambah sarana dan prasarana penanganan bagi penderita korona. Rumah sakit darurat tambahan disiapkan. Demikian pula tempat isolasi terpusat seperti di Rusun Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan, Rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, dan Wisma Haji Pondok Gede.

Namun, upaya-upaya tersebut tak akan banyak berarti jika hulunya tak teratasi. Karena itu, kita terus mengingatkan pentingnya kolaborasi antarsemua pihak.

Di satu sisi, seluruh masyarakat wajib patuh dan disip­lin. Di sisi lain, pemerintah multak tegas dan konsisten mengeksekusi setiap kebijakan untuk membendung covid-19.

Jangan ada lagi kekonyolan-kekonyolan, apa pun bentuknya. Pemerintah tak boleh lagi menoleransi kekonyol­an-kekonyolan yang terjadi. Entah itu pembangkangan oleh perusahaan atau pelanggaran oleh warga masyarakat umum terhadap ketentuan PPKM darurat.

Para pejabat tak sepatutnya pula mempertontonkan kekonyolan, seperti yang baru saja dilakukan seorang pejabat partai politik yang meminta pemerintah membuat rumah sakit khusus pejabat. Di tengah situasi yang amat menyakitkan saat ini, kekonyolan itu hanya menambah rasa sakit hati rakyat.

Bangsa ini sedang dalam situasi gawat. Ia butuh penyi­kap­an yang serius, bukan yang konyol-konyol.



Berita Lainnya