Penegakan Hulu PPKM Darurat

08/7/2021 05:00
Penegakan Hulu PPKM Darurat
(MI/Duta)

 

 

PEMBERLAKUAN pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa-Bali, 3 Juli hingga 20 Juli, memang sebuah pengorbanan. Bukan saja kenyamanan, keuangan rakyat juga terpangkas selama pembatasan itu.

Pengorbanan akibat PPKM darurat pada prinsipnya bukanlah kemalangan. Pengorbanan ialah sebuah sikap sadar yang ditempuh demi kebaikan yang lebih besar. Sementara kemalangan ialah kondisi nestapa, yang tidak jarang akibat kesalahan sendiri.

Kondisi nestapa itulah yang menyertai PPKM darurat akibat perusahaan-perusahaan non-esensial masih ngotot tetap memberlakukan WFO bagi para karyawannya.

Kengototan perusahaan-perusahaan itu tidak dapat dianggap sepele sebab pelanggaran di hulu itulah yang membuahkan kesemrawutan di hilir, alias di jalan-jalan. Seberapa pun banyaknya titik penyekatan dibuat aparat di jalan-jalan, bahkan dengan kendaraan militer, hasilnya hanyalah kemacetan panjang yang membuat tenaga kesehatan (nakes) hingga ambulans ikut terjebak berjam-jam.

Gagasan penerapan jalur khusus nakes dan ambulans juga tidak berguna. Sebab, dengan antrean kendaraan yang berkilo-kilometer, mencapai akses jalur khusus itu sudah pekerjaan sulit. Belum lagi waktu yang dibutuhkan petugas untuk kembali mengecek keabsahan pengguna jalur. Jelas, sebuah gagasan yang hanya manis di bibir.

Potret nakes dan ambulans yang terjebak pun baru sepenggal kemalangan. Hasil paling buruknya, tentu saja, penambahan kasus covid-19 yang terus tinggi. Klaster karyawan pun menimbulkan efek domino karena menimbulkan pula klaster keluarga dan juga potensi penularan lain selama di perjalanan.

Karena itu, pemda berikut seluruh aparat berwajib harus mengubah pendekatan penegakan PPKM darurat. Ketimbang adu ngotot dengan para karyawan di jalanan, pemda dan kepolisian lebih baik langsung menyegel kantor dan menindak hukum para bos mereka.

Sidak yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan ke sejumlah perkantoran dan menyegel yang terbukti melanggar ialah langkah tepat. Sidak memang harus dilakukan karena terbukti banyak perusahaan sudah mati nurani.

Hasil operasi yustisi Polda Metro Jaya pada 5-6 Juli 2021 di Jakarta menghasilkan 103 kantor nonesensial dan nonkritikal yang terbukti masih memberlakukan WFO. Padahal, sudah jelas mereka sepenuhnya harus memberlakukan WFH.

Kebijakan WFO 100% hanya diperbolehkan bagi sektor kritikal, yang mencakup energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman, dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi utilitas dasar (seperti listrik dan air), hingga industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Sementara sektor esensial, yang mencakup keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan nonpenanganan karantina covid-19, serta industri orientasi ekspor, hanya boleh melakukan WFO maksimal 50%.

Sidak jelas membutuhkan SDM yang tidak sedikit, baik dari jajaran pemda maupun kepolisian. Sebab itu sudah sepatutnya asosiasi-asosiasi perusahaan turut membantu kerja pemerintah dengan mengimbau keras para anggotanya.

Sikap seperti yang ditunjukkan Apindo yang sekadar mengakui masih adanya pelanggaran yang dilakukan anggotanya, sangatlah mengecewakan. Pengusaha ataupun asosiasi semestinya menyadari jika mereka memiliki tanggung jawab besar terhadap keberhasilan PPKM darurat. Sikap tidak acuh justru akan menjerumuskan bangsa ke kerugian ekonomi yang lebih besar.

Sebab itu kita mendorong pula agar para karyawan juga serikat pekerja berani melaporkan pelanggaran PPKM darurat yang terjadi di perusahaannya. Para pekerja mesti menyadari jika nyawa mereka dan keluargalah yang menjadi taruhan saat perusahaan memaksa WFO. Di sisi lain, pemda ataupun aparat sepatutnya memberikan perlindungan dan menjamin kerahasiaan identitas para pekerja yang berani mendukung penegakan PPKM darurat ini.

Tidak berhenti di situ, penegakan hulu PPKM darurat semestinya pula diikuti semua pemda di Jawa Bali sebab data Satgas Penanganan Covid-19 menunjukkan sebaran zona merah terus bertambah. Data terakhir per 4 Juli yang dirilis pada 7 Juli mencatat terdapat 96 kabupaten/kota masuk zona merah. Zona merah sepekan ini hampir merata di seluruh Indonesia. Jawa Tengah dan Jawa Timur tercatat menjadi penyumbang terbanyak.

Itu artinya penularan di komunitas masyarakat terus terjadi, yakni salah satu faktornya ialah mobilitas yang masih tinggi. Demi memastikan efektivitas PPKM darurat, semua upaya menekan mobilitas harus dilakukan tepat dari hulunya.

Itulah yang selanjutnya menjadi pekerjaan yang harus dipecahkan cepat setiap pemda. Meski bukan berarti perkantoran atau usaha-usaha nonesensial, kebijakan hulu harus dapat membidik sumber utama pencetus mobilitas warga. Dari situlah penegakan pelanggaran semestinya dimulai.



Berita Lainnya