Cegah Kematian di Rumah

07/7/2021 05:00
Cegah Kematian di Rumah
Editorial(MI. Tiyok)

 

 

LONJAKAN kasus covid-19 belum tampak tanda-tanda mereda. Hampir setiap hari tercipta angka penularan tertinggi baru dan kemarin tercatat lebih dari 31 ribu tambahan kasus positif covid-19. Angka kematian harian pun menembus 700 jiwa.

Situasi membeludaknya pasien covid-19 di rumah sakit-rumah sakit yang terjadi sejak bulan lalu masih bertahan hingga kini, bahkan cenderung kian parah. Masyarakat yang tertular covid-19 semakin banyak yang terpaksa menjalani isolasi di rumah dengan perawatan seadanya, kendati menderita gejala yang tergolong sedang hingga berat.

Pasien dan keluarga harus mengusahakan sendiri berbagai keperluan, seperti oksigen dan obat-obatan di tengah tipisnya stok dan harga yang melambung. Itu pun menebak-nebak sendiri obat yang hendak dikonsumsi.

Sebagian tidak mampu mengupayakannya dan hanya bisa pasrah. Akibatnya, dalam waktu sebulan belakangan, lebih dari 300 pasien covid-19 meninggal di rumah.

Pemerintah kemudian muncul dengan kebijakan baru yang tengah diujicobakan di wilayah DKI Jakarta. Mulai kemarin, dengan menggandeng 11 penyedia layanan kesehatan dan 742 laboratorium, Kementerian Kesehatan melakukan pemantauan kesehatan pasien covid-19 secara daring.

Pemantauan meliputi konsultasi dokter, penyediaan obat, hingga pengantarannya sampai ke rumah tempat pasien menjalani isolasi mandiri. Seluruhnya diberikan secara gratis.

Inisiatif kebijakan tersebut merupakan sebuah terobosan yang patut mendapat acungan jempol. Pasien yang bergejala ringan hingga sedang dapat menjalani perawatan di rumah dengan panduan dokter. RS pun bisa lebih fokus menangani pasien bergejala berat.

Meski begitu, penerapan pemantauan kesehatan daring tidak mudah. Ada sejumlah kelemahan mulai tata cara akses gratis yang tidak seragam antarkesebelas penyedia layanan hingga prosedur yang cukup ribet.

Kementerian Kesehatan perlu menetapkan prosedur yang seragam dan sederhana. Pada intinya, kemudahan akses layanan tidak boleh kalah dengan layanan pesan makan secara daring. Layanan sebaiknya juga diperluas ke pengantaran oksigen yang banyak diperlukan pasien.

Hal lainnya, koneksivitas pemantauan daring dengan rumah sakit perawatan covid-19. Begitu pasien menyentuh batas tertentu indikator-indikator pantauan, aplikasi langsung menginformasikan agar membawa pasien ke RS yang ditunjuk.

Tidak sedikit pasien covid-19 yang kondisinya memburuk terpaksa dibawa ke sana ke mari karena mendapat penolakan RS yang penuh. Sungguh menyedihkan, ketika di tengah kekalutan, keluarga pasien harus tebak-tebak buah manggis, RS mana yang masih bisa menerima pasien baru.

Situasi ini sudah terjadi pada masa lonjakan penularan covid-19, Desember-Februari lalu, dan belum berubah. Pembukaan tempat-tempat perawatan baru semestinya bisa memperbaiki keadaan tersebut.

Persoalan pelik yang sulit diperbaiki ialah keterbatasan tenaga kesehatan. Bagaimanapun mereka manusia biasa yang pasti kelelahan oleh beban kerja yang luar biasa sehingga perlu mendapat pengurangan beban. Pelibatan siswa dan mahasiswa tingkat akhir bidang kesehatan patut dipertimbangkan.

Untuk menunjang pemantauan isolasi mandiri secara prima, pemerintah bisa memulai gerakan anak muda untuk menjadi relawan yang benar-benar tanpa honor maupun konsumsi. Durasi kerja tiap relawan cukup 2-3 jam, 1-2 kali seminggu. Praktik relawan semacam ini lazim di negara-negara maju dan kerap menjadi nilai plus ketika mencari kerja.

Terakhir, yang tidak kalah penting ialah peran masyarakat membantu pemerintah mencegah kematian dengan menaati aturan dan mematuhi protokol kesehatan. Mencegah kematian di rumah, bisa dari rumah.



Berita Lainnya