Dukung Garuda demi Sejarah

29/5/2021 05:00
Dukung Garuda demi Sejarah
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

GARUDA Indonesia merupakan salah satu perusahaan milik negara di sektor industri transportasi udara. Sudah 72 tahun ia berkiprah sebagai maskapai resmi pembawa bendera negara Republik Indonesia.

Sebagai flag carrier, Garuda Indonesia mestinya memantulkan wajah negeri yang sehat. Akan tetapi, kenyataan bicara lain. Perusahaan itu dililit utang hingga Rp70 triliun.

Menyelamatkan Garuda Indonesia ialah kewajiban negara. Industri penerbangan pelat merah itu harus diselamatkan demi harkat dan martabat bangsa. Akan tetapi, perlu ada penelitian secara mendalam untuk mengetahui masalah mendasar yang dialaminya.

Benar bahwa semua penerbangan di dunia mengalami dampak yang sangat mendalam akibat pandemi covid-19. Menurut Direktur Utama PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Irfan Setiaputra, pada April hingga Mei 2020, terjadi penurunan frekuensi penerbangan hampir 90% dari kondisi sebelum pandemi.

Akibat pandemi itu, Garuda Indonesia terpaksa meng-grounded atau tidak memperbolehkan pesawat beroperasi sebanyak 70% dari total armada. Padahal, dikutip dari laman resmi perusahaan, Garuda Indonesia melayani lebih dari 90 destinasi di seluruh dunia dengan mengoperasikan 144 pesawat. Ada 600 penerbangan per hari di jalur-jalur gemuk sebelum pandemi.

Harus tegas dikatakan bahwa inefisiensi perusahaan berkode emitan GIAA tersebut sudah terjadi sebelum pandemi covid-19. Karena itu, pandemi covid-19 hanyalah pelengkap penyerta atas kerugian Garuda Indonesia. Disebut pelengkap penyerta karena covid-19 sesungguhnya bukanlah faktor tunggal, sebelum pandemi pun perusahaan itu kembang kempis.

Karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara transparan penyebab kerugian Garuda Indonesia. Harus dipisahkan antara penyebab sebelum pandemi dan akibat pandemi. Jangan biarkan pandemi covid-19 dijadikan alasan untuk cuci tangan.

Penelitian secara mendalam atas kerugian Garuda Indonesia penting dilakukan karena bila negara turun tangan menyelamatkannya, uang yang digunakan berasal dari APBN. Dana APBN itu dikumpulkan rakyat dari hasil memeras keringat.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara memberi empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia. Pertama, pemerintah terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman ekuitas.

Kedua, menyatakan perusahaan bangkrut secara hukum untuk merestrukturisasi sejumlah kewajiban Garuda. Ketiga, merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru yang melayani rute domestik. Keempat, melikuidasi Garuda.

Setiap pilihan ada konsekuensi serius. Misalnya, pemberian pinjaman ekuitas oleh pemerintah hanya meninggalkan warisan utang yang besar pada masa depan. Kalau Garuda dilikuidasi, tentu negeri ini tidak lagi memiliki maskapai nasional.

Melikuidasi Garuda Indonesia sama saja menghapus sejarah. Sebab, kelahirannya bagian dari sejarah kemerdekaan, khususnya Konferensi Meja Bundar pada 1949. Tindak lanjut perundingan, pada 21 Desember 1949, disepakati pembentukan sebuah maskapai nasional yang oleh Presiden Soekarno diberi nama Garuda Indonesia Airways.

Pilihan paling rasional ialah pemerintah terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman ekuitas. Pilihan itu mesti diikuti dengan perombakan manajemen agar Garuda terus terbang tinggi.



Berita Lainnya