Menumpas Koruptor dan Teroris di Papua

21/5/2021 05:00
Menumpas Koruptor dan Teroris di Papua
Ilustrasi(MI/DUTA)

 

 

PEMERINTAH mengambil ancang-ancang untuk menindak penyalahgunaan uang negara di Papua. Sebanyak 10 dugaan korupsi terbesar berada dalam bidik­an pemerintah.

Dugaan korupsi itu diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta, Rabu (19/5). Meski demikian, Mahfud tidak merinci dugaan korupsi yang didapat dari laporan Badan Peme­riksa Keuangan (BPK) maupun hasil te­muan Badan Intelijen Negara (BIN).

Pengusutan kasus korupsi di Papua tentu bukanlah gertakan sambal. Publik menunggu kapan pengusutan itu dilakukan. Peng­usutan mestinya segera dilakukan agar tidak muncul kesan pembiaran.

Harus tegas dikatakan bahwa pengungkapan korupsi harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup, bukan didasari narasi. Sudah banyak narasi tentang dugaan korupsi di Papua tapi nyaris tak terdengar proses hukumnya sampai di pengadilan.

Jika melihat ke belakang, Polri sempat mengungkap adanya dugaan penyimpangan keuangan negara dengan total lebih dari Rp2 triliun terkait penyelenggaraan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat.

Dugaan korupsi yang diungkap dalam rapat pimpinan Polri tersebut merupakan hasil laporan BPK atas dugaan adanya pemborosan penggunaan anggaran hingga penggelembung­an dana untuk pengadaan sejumlah fasilitas umum di dua provinsi paling timur tersebut.

Jangan biarkan korupsi di Papua seperti angin, tidak terlihat tapi bisa dirasakan. Bisa dirasakan karena sudah banyak dana pusat yang digelontorkan dalam kerangka otonomi khusus Papua dan Papua Barat tetapi rakyat tetap berkubang dalam kemiskinan.

Dalam 20 tahun terakhir sejak otonomi digulir, sudah digelontorkan dana sekitar Rp138,65 triliun. Lalu, selama 2005-2021, transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp702,30 triliun. Adapun belanja kementerian/lembaga dari 2005-2021 sebesar Rp251,29 triliun.

Rakyat Papua sekian lama hidup nestapa memang masih merupakan realitas. Pasalnya, 22 dari 29 kabupaten/kota (75%) di Papua masih dikategorikan tertinggal, begitu juga 8 dari 13 kabupaten/kota (61%) di Papua Barat masuk daerah tertinggal.

Bahkan, jika dilihat dari kategori desa, persentasenya lebih miris lagi. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan sebanyak 87% desa di Papua dan 82% di Papua Barat masih berkategori desa tertinggal.

Data-data itu menjadi indikator untuk menyimpulkan bahwa anggaran besar yang mestinya sudah mampu meng­angkat taraf hidup masyarakat Papua dan Papua Barat ternyata malah kerap diselewengkan, bahkan dikorupsi. Bukti nyata bahwa korupsi telah merenggut upaya pembangunan dan masa depan masyarakat di sana.

Untuk itulah, upaya penegakan hukum terhadap dugaan korupsi ini sangat ditunggu tindaklanjutnya. Tentunya dengan proses yang transparan dan akuntabel, untuk menghindari tudingan-tudingan dari pihak yang potensial menunggangi dengan isu-isu disintegrasi.

Juga harus cepat dan komprehensif. Ini penting untuk menghindari politisasi yang mungkin akan dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan gangguan-gangguan keamanan yang tengah memanas di sana.

Serta tidak lupa untuk menjelaskan kepada masyarakat Papua bahwa penanganan korupsi ini demi masa depan dan kesejahte­raan orang Papua. Agar semangat pemberantasan korupsi di sana mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Papua.

Penggelontoran dana yang begitu besar ke Papua dan Papua Barat adalah bagian dari pendekatan kesejahteraan yang dilakukan pemerintah. Akan tetapi, pendekatan kesejahte­raan mesti dibarengi dengan pendekatan hukum. Karena itu, hukum koruptor dan teroris di Papua.



Berita Lainnya