Setop Narasi Pelemahan KPK

18/5/2021 05:00
Setop Narasi Pelemahan KPK
(MI/Seno)

 

 

UPAYA untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi masih terus dilakukan. Setelah gagal menempuh jalur konstitusional, dibangunlah narasi yang menyudutkan komisi antirasuah itu.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, digugat ke Mahkamah Konstitusi lebih dari 20 kali. MK selalu menolak gugatan tersebut, malah semakin menguatkan dan meneguhkan konstitusionalitas UU KPK.

Teranyar ialah putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 pada 4 Mei yang menguatkan konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 termasuk di dalamnya terkait dengan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Setelah gagal menempuh jalur konstitusi, kini dibangun narasi seakan-akan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN ialah upaya melemahkan KPK. Narasi itu dibuat karena 75 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Kalau tidak lolos, jangan menghalalkan semua cara untuk mempertahankan mereka.

Lebih aneh lagi, tidak lolos tes malah materi wawasan kebangsaan yang disalah-salahkan. Seolah-olah KPK runtuh jika 75 pegawai yang tidak lolos tes itu tidak menjadi ASN. Ada juga yang menuding bahwa pengalihan status itu sebagai upaya sistematis melemahkan KPK. Padahal, sebaiknya tes wawasan kebangsaan itu untuk memberi jaminan bahwa KPK tetaplah Merah Putih.

Saatnya publik untuk berhati-hati dengan musang berbulu domba, seakan-akan membela KPK, tetapi sesungguhnya ingin membunuh lembaga antirasuah itu. Karena itu, publik tidak perlu ikut-ikutan meratapi ketidaklulusan 75 pegawai KPK menjadi ASN. Lebih baik mendorong KPK agar tetap produktif dalam memberantas korupsi.

Pertimbangan hukum putusan MK bisa jadi pegangan. Ketentuan mengenai ASN tidak hanya berlaku bagi pegawai di KPK, tetapi juga sejak lama telah diberlakukan bagi pegawai-pegawai dari lembaga-lembaga negara yang juga menjalankan fungsi penegakan hukum, seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Keberadaan ASN di MA dan MK sama sekali tidak berpengaruh terhadap independensi keduanya dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga penegak hukum. Asas independensi tetap terjaga baik.

Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, menurut UU 19/2019, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan pelaksanaannya ialah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Syarat pengalihan status, menurut Pasal 3 PP 41/2020, antara lain setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. Syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ASN yang ditetapkan dalam Peraturan KPK.

Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN menyebutkan secara eksplisit syarat dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Tes wawasan kebangsaan itu tersurat dengan jelas dalam Peraturan KPK. Jadi, untuk apa lagi dibangun narasi seolah-olah tes itu bertujuan menyingkirkan orang-orang tertentu?

Mestinya, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN diterima dengan lapang dada sebab ada peluang ASN KPK untuk pindah ke kementerian/lembaga lain sehingga menjadi role model atau trigger mechanism budaya antikorupsi. Harus jujur diakui bahwa KPK masih memiliki tingkat kepercayaan dan dukungan masyarakat yang tinggi.

Daripada terus-menerus membangun narasi kebohongan terkait dengan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, lebih baik mendukung KPK untuk tidak kenal lelah memberantas korupsi. Karena itu, setop menyebar narasi pelemahan KPK.



Berita Lainnya