Pasok Senjata Khianati Negara

25/2/2021 05:00
Pasok Senjata Khianati Negara
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

GANGGUAN keamanan di tanah Papua seakan tidak berkesudahan dan terus mengambil korban jiwa. Sepanjang tahun lalu saja, tidak kurang dari 17 orang tewas akibat serangan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) yang memicu baku tembak dengan pihak aparat. Mayoritas korban merupakan warga sipil.

Para anggota KKSB tersebut sering teridentifikasi menggunakan senjata-senjata laras panjang dengan amunisi standar militer. Eskalasi serangan yang meningkat membuat tim gabungan kepolisian dibantu TNI lebih fokus mencari asal-usul senjata KKSB.

Hasilnya, lagi-lagi anggota polisi dan TNI kedapatan menjadi pemasok. Kali ini, mereka berasal dari wilayah tugas di Ambon, Maluku, yakni 2 anggota polisi Polres Ambon dan 1 anggota TNI Batalion 733/Masariku Ambon.

Memang kasus itu bukan pertama kalinya, bahkan sudah berkali-kali terjadi. Jelang akhir tahun lalu, seorang anggota Brimob juga ditangkap. Belakangan diketahui ia sudah berulang kali menjual senjata dan amunisi kepada KKSB. Di tahun yang sama, sejumlah prajurit TNI mendapatkan vonis penjara mulai dari 2,5 tahun hingga seumur hidup dalam kasus serupa.

Keterlibatan anggota Polri dan TNI dalam memasok senjata bagi kelompok separatis merupakan persoalan yang sangat serius. Bukan tidak mungkin ada jaringan jual-beli senjata api dan amunisi yang terorganisasi dengan melibatkan anggota-anggota aparat keamanan.

Mereka yang tertangkap berpangkat setara tamtama hingga bintara. Patut dipertanyakan bagaimana mereka bisa mendapatkan senjata dan puluhan hingga ratusan ribu amunisi berkali-kali tanpa diketahui oleh atasan mereka. Kalaupun tidak ada keterlibatan anggota di kepangkatan lebih tinggi, jelas pengawasan logistik di kepolisian dan TNI begitu lemah.

Kita mengapresiasi kerja tim TNI dan Polri yang berhasil menangkap sebagian pemasok senjata KKSB Papua. Namun, kita mendorong aparat bergerak lebih gigih lagi mengungkap jaringan jual-beli senjata di balik mereka.

Indikasinya mudah, selama KKSB leluasa kerap melakukan serangan gangguan keamanan di Papua, jaringan itu masih kukuh berdiri sambil tertawa terkekeh melihat korban jiwa berjatuhan. Mereka berkepentingan menjaga kelanggengan konfl ik karena mendatangkan keuntungan pribadi atau golongan.

Oleh karena itu, aparat yang terlibat harus ditindak tegas dengan hukuman maksimal agar timbul efek jera. Mereka layak diperlakukan sebagai pengkhianat negara.

Dari sisi internal, upaya pencegahan sama krusialnya. TNI dan Polri perlu memperbaiki sistem pengawasan logistik persenjataan sampai dengan komponen yang bisa dipakai merakit senjata. Bahkan, setiap butir peluru harus bisa dilacak, dipertanggungjawabkan penggunaannya, dan segera diketahui ketika raib.

Polri dan TNI yang bertugas menjaga keamanan di Papua memang menanggung beban yang berat. Di satu sisi, mereka harus bersikap simpatik dan menahan diri dari sikap militeristik demi merebut kepercayaan rakyat Papua. Di sisi lain, provokasi serangan dari KKSB membuat garis batas tindakan menjadi kabur.

Meski begitu, kita meyakini TNI dan Polri bisa bersikap tegas sekaligus simpatik secara proporsional. Hal itu seiring dengan perubahan paradigma pendekatan pembangunan tanah Papua yang menjadi komitmen pemerintah.

Rasa aman harus tercipta bukan sekadar sebagai penopang pembangunan, melainkan lebih mendasar lagi, yakni untuk memenuhi hak asasi setiap warga negara berdasarkan amanat konstitusi.



Berita Lainnya