Ada Santunan Dampak Vaksin

15/2/2021 05:00
Ada Santunan Dampak Vaksin
(MI/Duta)

 

 

PROSES vaksinasi covid-19 di Indonesia sudah berjalan sejak 13 Januari. Sudah ada lebih dari 1 juta tenaga kesehatan yang mendapatkan vaksinasi hingga Sabtu (13/2).

Pekan ini vaksinasi untuk para petugas pelayan publik akan dimulai. Pemerintah dari pusat sampai daerah diharapkan untuk menyiapkan manajemen percepatan vaksinasi agar tepat sasaran dan target kekebalan kelompok tercapai.

Selama pelaksanaan vaksinasi covid-19, belum ada laporan kejadian ikutan pascaimunisasi. Meski demikian, Presiden Joko Widodo sudah menyiapkan aturan pemberian kompensasi untuk peserta vaksinasi yang mengalami kecacatan atau meninggal dunia setelah disuntik vaksin covid-19.

Aturan soal kompensasi itu tertuang dalam Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 sebagai perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).

Disebutkan dalam perpres yang diteken Presiden pada 9 Februari itu bahwa dalam hal terdapat kasus kejadian ikutan pascavaksinasi yang dipengaruhi produk vaksin covid-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau meninggal, diberikan kompensasi oleh pemerintah.

Kompensasi yang dimaksud berupa santunan cacat atau santunan kematian. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, bentuk, dan nilai besaran untuk kompensasi tersebut ditetapkan Menteri Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pemerintah juga akan menanggung biaya apabila terjadi kejadian ikutan pascavaksinasi yang membutuhkan pengobatan dan perawatan medis.

Kompensasi yang diberikan pemerintah ialah hal yang wajar dan sepatutnya meski tidak seorang pun menginginkan adanya kejadian ikutan pascaimunisasi.

Disebut wajar dan sepatutnya karena vaksinasi covid-19, menurut perpres itu, ialah wajib. Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin oleh Kementerian Kesehatan wajib mengikuti vaksinasi covid-19.

Ada sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 13A ayat (4) bagi mereka yang menolak divaksinasi. Sanksi administratif itu berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda. Pengenaan sanksi administratif itu dilakukan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.

Selain sanksi administratif, penolak vaksinasi covid-19 bisa juga dijerat dengan pasal pidana Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Ancaman hukumannya maksimal satu tahun penjara atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

Harus tegas dikatakan bahwa sebanyak-banyak memproduksi teks peraturan perundangundangan, tetap jauh lebih baik jika konsisten dalam penerapannya.

Ketegasan dalam pengendalian penyebaran covid-19 jangan hanya dalam bentuk penerbitan berbagai peraturan. Jauh lebih penting saat ini ialah ketegasan dalam penerapan peraturan tersebut. Aturan itu harus berjalan tegak lurus.

Terus terang, konsistensi menerapkan peraturan masih menjadi persoalan utama dalam membendung penyebaran covid-19. Vaksinasi yang dilakukan saat ini tentunya bukan satusatunya upaya melindungi masyarakat dari penularan covid-19. Vaksinasi tidak akan berhasil apabila tidak diimbangi dengan protokol kesehatan.

Selama belum tercapai kekebalan komunitas melalui vaksinasi, pencegahan paling efektif ialah kepatuhan protokol kesehatan oleh seluruh individu.

Kepatuhan seluruh individu itu harus dipaksakan, bukan cuma mengharapkan kesadaran. Pemaksaan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Tegakkan aturan yang sudah ada, terapkan sanksi tanpa pandang bulu. Lakukan pemaksaan itu sekarang juga, jangan ditunda-tunda, agar penyebaran virus korona bisa dikendalikan.



Berita Lainnya