Palestina Harga Mati

17/12/2020 05:00
Palestina Harga Mati
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

ISU seputar hubungan Indonesia dengan Israel selalu menjadi isu sensitif. Naik turun diplomasi Indonesia-Israel tak bisa dilepaskan dari perjuangan kemerdekaan Palestina. Posisi Palestina senantiasa menjadi jantung politik luar negeri Indonesia.

Indonesia, sesuai konstitusi, ialah pendukung keras dan paling konsisten dengan perjuangan Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan yang sebenar-benarnya. Sebaliknya, Indonesia tak pernah punya niatan untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara zionis itu selama mereka tidak menghentikan dominasi dan penjajahan terhadap bangsa Palestina.

Belakangan sensivitas kita kembali terusik gara-gara beredarnya kabar bahwa Israel sedang melakukan pembicaraan tentang normalisasi hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tentu saja ini mengagetkan, karena kita tahu selama ini komitmen Presiden Joko Widodo begitu tebal untuk tidak ‘berdamai’ dan menjalin hubungan dengan Israel.

Isu ini tidak bisa dianggap main-main. Dalam kabar yang diembuskan media Israel itu dikatakan secara detail bahwa normalisasi hubungan Indonesia-Israel bisa diumumkan sebelum Presiden Donald Trump meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari 2021.

Bahkan sebelumnya Menteri Intelijen Israel Eli Cohen juga menyebut Indonesia dalam wawancara dengan Radio Angkatan Darat Israel. Apalagi dalam beberapa waktu terakhir ini Israel berhasil mencuri hati sejumlah negara Arab yang secara tradisional sebetulnya merupakan lawan.

Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan terakhir Maroko sudah mulai membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Respons Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang kemarin langsung mengklarifi kasi sekaligus membantah isu adanya keinginan Indonesia menjalin kesepakatan dengan Israel, sudah benar. Dengan lugas Menlu Retno menyatakan pemerintah Indonesia tak pernah punya niatan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Pada saat yang sama, Indonesia kembali menegaskan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

Akan tetapi, pada sisi yang lain, pemerintah semestinya juga terusik untuk menggali lebih dalam mengapa tiba-tiba isu perdamaian dengan Israel ini terangkat. Terlalu naif bila kita menduga guliran propaganda tersebut hanya mainan dari media tanpa pretensi apa-apa. Ada agenda apa dan siapa pemilik agenda tersebut?

Kita tidak bisa menutup mata, tentu ada sebagian kalangan di Tanah Air yang menginginkan dibukanya hubungan diplomatik Indonesia-Israel. Tentu saja demi kepentingan mereka sendiri, dari motif ekonomi hingga politik. Secara motif, orang-orang ini punya probabilitas menjadi bagian dari propaganda ngawur itu.

Itu penting diwaspadai karena bagaimanapun Indonesia ialah target utama dari gelombang normalisasi Israel. Bagi Israel Indonesia ialah kunci, jika mereka berhasil membuka hubungan dengan kita, itu berarti sebuah kemenangan dalam konfl ik dengan Palestina. Maka sangat beralasan bila pemerintah Israel akan terus menjajaki, membujuk Indonesia untuk menormalisasi hubungan.

Inilah yang barangkali mesti menjadi salah satu perhatian pemerintah Presiden Jokowi dalam kaitan implementasi politik luar negeri RI terkait isu Palestina secara konsisten sesuai amanah konstitusi. Pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel berarti melanggar konstitusi.

Sekali lagi, komitmen kita untuk kemerdekaan Palestina ialah harga mati. Tidak boleh tergadai oleh kepentingan apa pun. Jangan sampai terbujuk rayu oleh para pemilik agenda.



Berita Lainnya