Mari Menjadi Pemilih Cerdas

09/12/2020 05:00
Mari Menjadi Pemilih Cerdas
(MI/SENO)

 

 

DENGAN segala perdebatan dan pro-kontra yang mengiringi­nya, hari ini Pemilihan Kepala Dae­rah (Pilkada) serentak 2020 di 270 wilayah (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota), tetap dilangsungkan di tengah tren lonjakan kasus harian positif covid-19 yang justru sedang tinggi-tingginya dalam satu bulan terakhir.

Forum editorial ini pernah menulis, pilkada kali ini merupakan pertaruh­an sekaligus ujian kemaslahatan. Ujian apakah pilkada mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang bersih dan autentik tanpa menciptakan klaster baru covid-19 atau malah sebaliknya? Nah, hari ini ialah puncak dari ujian itu.

Kita tidak hendak menggugat keputusan pemerintah yang tetap menggelar pilkada di masa pandemi. Publik pun sepatutnya menghormatinya sebagai keputusan bersama dan menjadikan pilkada sebagai instrumen untuk menyalurkan hak politik mereka. Hak untuk memilih dan mendapatkan pemimpin yang jujur, bersih, dan berkualitas seperti yang kita idam-idamkan selama ini.

Namun, berbarengan dengan dukungan itu, kiranya kita tetap tak boleh berhenti mengingatkan bahwa ancaman virus korona bukanlah omong kosong. Ia nyata dan bahkan terus meluas sebaran penularannya. Karena itu, pilkada kali ini pun harus disadari berada dalam bayang-bayang bahaya pandemi. Pesta demokrasi di 270 daerah sepatutnya tetap diwaspadai sebagai ancaman kesehatan secara nasional.

Kita tahu, banyak pelanggar­an protokol kesehatan dan kor­ban berjatuhan pada saat masa kampanye lalu. Pun pa­da saat bersamaan kasus korona secara nasional kian melaju. Ini, mau tidak mau, ha­­rus menjadi cermin besar agar pemerintah lebih serius dalam menjamin keamanan saat pemungutan suara hari ini.

Apakah setimpal ketika pil­kada mampu menghasilkan kepala-kepala daerah terpilih, tapi di sisi yang lain memunculkan klaster baru covid-19? Keselamatan nyawa mesti men­­jadi hukum tertinggi dalam penyelenggaraan pilkada. Protokol kesehatan wajib dipraktikkan dan dikontrol dengan sungguh-sungguh, baik oleh KPU, Bawaslu, pemerintah pusat, daerah, kontestan, maupun pemilih.

Jaminan soal kesehatan dan keselamatan ini amatlah pen­­ting karena hal itu akan menjadi pijakan sebelum kita meminta masyarakat menjadi pemilih cerdas. Pemilih yang memilih pemimpin bukan karena suapan ‘gizi’, melainkan karena visi dan integritasnya. Pemilih yang tidak mudah di­be­­li fulus dan lebih memilih mereka yang bersih dan tulus.

Kecerdasan memilih itu juga penting disuarakan kare­na belakangan ini kita terus disuguhi betapa bobroknya integritas sebagian pemimpin di negeri ini, termasuk di daerah. Korupsi rupanya tak memandang pandemi. Sejumlah pemimpin daerah, juga menteri, ditangkap KPK karena diduga melakukan tindakan rasuah, justru ketika rakyat sedang susah.

Pilkada sejatinya merupakan filter untuk menyaring kualitas dan integritas calon pemimpin di daerah. Rakyat yang memiliki hak pilih ialah pemegang filter tersebut. Dalam menyaring, semestinya tak ada toleransi bagi karakter-karakter yang sejak awal sudah memperlihatkan bibit korupsi, seperti melakukan politik uang.

Rakyat tak boleh pasif. Kitalah yang sesungguhnya paling berperan dalam melahirkan pemimpin yang bersih, elok, dan berkualitas. Setidaknya mulailah dengan memilih pemimpin yang antikorupsi dan punya komitmen meme­rangi korupsi.

Marilah kita bawa Pilkada serentak 2020 ini tak hanya sebagai pesta demokrasi yang tidak menciptakan klaster penyebaran covid-19, tetapi juga menjadi kontestasi yang mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin autentik yang bermutu, bersih, serta memiliki integritas tingkat tinggi.



Berita Lainnya