Pastikan Pilkada bukan Bencana

07/12/2020 05:00
Pastikan Pilkada bukan Bencana
Ilustrasi(MI/Duta)

 

 

DEMOKRASI tidak ada manfaatnya bilanyawa rakyat melayang. Karena itu, ukuran Pilkada 2020 disebut bermartabat jika rakyat selamat dan pemimpin yang terpilih berintegritas.

Keselamatan rakyat menjadi taruhan utama pilkada yang digelar tiga hari lagi. Memasuki masa tenang yang dimulai kemarin, fokus penyelenggara dan para kontestan mestinya pada pemenuhan protokol kesehatan di tempat pemungutan suara (TPS).

Jangan pula kontestan memanfaatkan masa tenang untuk melakukan pelanggaran berupa politik uang, pembagian sembako, hingga berkampanye melalui media sosial yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Tidak ada salahnya pula bila di masa tenang ini rakyat mulai memilah dan memilih calon kepala daerah yang tepat memimpin di masa pandemi. Salah satu indikatornya ialah calon yang patuh menjalankan protokol kesehatan.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat pelanggaran protokol kesehatan (prokes) menduduki peringkat pertama dalam seluruh tahapan Pilkada 2020. Pelanggaran tersebut dilakukan peserta pemilu dan tim pemenangan pasangan calon. Tidak main-main, terdapat 2.126 kasus pelanggaran prokes.

Sejauh ini terdapat 70 calon kepala daerah yang terpapar covid-19 dan lima di antara mereka meninggal dunia termasuk calon Wakil Gubernur Bengkulu Muslihan Diding Sutrisno yang kemarin menghembuskan nafas terakhir.

Menjalankan prokes saat pemungutan suara pada 9 Desember tidak boleh ditawar-tawar. Mutlak dijalankan tanpa kompromi. Bila perlu, kalau ditemukan ada TPS yang tidak siap dengan prokes, Bawaslu jangan segan-segan menghentikan proses pemungutan suara.

Terus terang, sebagian di antara pemilih di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada ialah pemilih yang rentan terpapar covid-19. Sekitar 11,8 juta dari total pemilih 100,3 juta orang ialah mereka yang berusia di atas 60 tahun. Kelompok usia itu disebut rentan karena tingkat kematian lansia akibat covid-19 di Indonesia mencapai 85%.

Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi dua provinsi dengan jumlah pemilih lansia paling banyak. Jatim memiliki 2.761.486 orang pemilih lansia, sedangkan Jateng memiliki 2.266.606 orang pemilih lansia.

Dua provinsi itu, berdasarkan data yang dikeluarkan Satgas Penanganan Covid-19, kemarin, berada di urutan kedua dan ketiga terbanyak terpapar covid-19. Urutan pertama ialah DKI Jakarta.

Bukan cuma dua provinsi itu. Bawaslu mencatat terdapat 62 kabupaten/kota yang menggelar pilkada berada dalam status rawan tinggi covid-19, sebanyak 10 di antaranya masuk kategori sangat rawan. Bahkan, tidak ada satu daerah pun yang berstatus rawan rendah. Tentu saja kondisi itu patut diantisipasi.

Antisipasi dilakukan dengan menerapkan praktik 3T (tracing, testing, treatment) sama pentingnya dengan penerapan perilaku 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Kedua kegiatan itu, 3T dan 3M, ialah upaya untuk memutus mata rantai penularan covid-19.

Dalam konteks pilkada, prokes telah disusun untuk menjaga keselamatan rakyat. Ketentuan itu, misalnya, adanya penyemprotan disinfektan di sekitar TPS, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang bertugas wajib memakai APD, serta pemilih wajib memakai masker dan sarung tangan.

Prokes pilkada disusun semata-mata menjamin keselamatan rakyat di atas segalanya. Jangan sampai pilkada menjadi klaster baru, jangan sampai pilkada menjadi sumber bencana, dan pastikan rakyat tidak mengantar nyawa ke TPS.



Berita Lainnya