Pejabat Terpapar Rakyat Terimbas

21/9/2020 05:00

SEJAK kasus pertama diumumkan pada Maret, peningkatan angka positif covid-19 kian memprihatinkan. Laju penyebaran virus korona jenis baru itu tidak mampu di rem, padahal segenap kemampuan sudah dikerahkan.

Kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret. Ketika itu, dua orang dinyatakan positif. Ternyata enam bulan kemudian, penambahan kasus positif tidak terkendali, sudah tembus 4.000 orang per hari.

Penambahan pada Sabtu (19/9) sebanyak 4.168 orang positif, kemarin mencapai 3.989 kasus. Total kasus positif hingga kemarin sore mencapai 244.676 orang dan yang meninggal sebanyak 9.553 orang.

Harus ada upaya yang lebih nyata lagi untuk mengendalikan penyebaran covid- 19. Ke berhasilan penanganan covid-19 memerlukan tiga unsur penting, yaitu kebijakan yang tepat, kepemimpinan yang kuat, dan keterlibatan masyarakat.

Kebijakan yang diambil Presiden Jokowi sudah tepat, yaitu strategi intervensi berbasis lokal. Diterapkan strategi pembatasan berskala lokal baik di tingkat RT/RW, desa, maupun kampung sehingga penanganannya bisa lebih detail dan fokus.

Harus jujur diakui bahwa strategi yang diambil Presiden Jokowi itu tidak berjalan semestinya di lapangan. Tidak berjalan karena tidak ditopang kepemimpinan daerah yang kuat. Kepala daerah malah kelewat kreatif sehingga suka-suka mengambil kebijakan, termasuk memberi sanksi atas pelanggaran protokol kesehatan.

Tengoklah sanksi pelanggaran protokol kesehatan yang melawan akal sehat seperti masuk peti mati atau disuruh berdoa tengah malam di permakaman covid-19. Mestinya, jalankan saja sanksi yang tercantum dalam perundang-undangan.

Keterlibatan masyarakat dalam penanganan covid-19 pun mulai luntur. Sebagian besar warga masyarakat tidak lagi mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker.

Mestinya, jika kepemimpinan di tingkat lokal sangat kuat, masyarakat bisa dipaksa  untuk mematuhi protokol kesehatan. Persoal annya, pemimpin lokal malah doyan mempertontonkan pelanggaran seperti pada saat pendaftaran calon kepala daerah.

Tegas dikatakan bahwa virus korona yang tidak kasatmata tapi mematikan itu tidak mengenal strata sosial. Kita prihatin, sangat prihatin, sejumlah pejabat belakangan terpapar oleh covid-19.

Ketua KPU Arief Budiman dan anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi positif covid-19. Sejumlah penyelenggara pilkada di daerah juga positif korona. Karena itulah, muncul desakan pe nundaan pelaksanaan Pilkada 2020 yang dijadwalkan pada 9 Desember.

Tidak hanya penyelenggara pemilu, anggo ta Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris juga diumumkan KPK positif covid-19. Pejabat pemerintah setingkat menteri juga ada yang terpapar oleh covid-19.

Rentetan penularan covid-19 juga memapar pejabat di daerah. Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah berpulang karena terpapar oleh covid-19 pada 16 September. Sebelumnya, lima kepala daerah meninggal karena covid-19. Jika kian banyak penyelenggara ne gara terpapar oleh covid-19, jalannya roda pemerintahan bisa terganggu dan rakyat pula yang kena imbasnya.

Data penularan yang kian masif itu menyebabkan bayangan terang untuk segera keluar dari pandemi makin jauh dari jangkauan. Awan gelap masih menyelimuti penanggulangan covid-19.

Meski masih diselimuti awan gelap, optimisme harus tetap dirawat. Karena itu, para pemimpin hendaknya sungguh-sungguh me matuhi protokol kesehatan sebab kalau mereka terpapar oleh covid-19, justru rakyat pula yang kena imbasnya.

 



Berita Lainnya