Membajak Momentum Krisis

15/8/2020 05:00

PEPATAH bijak menyebutkan pelaut ulung bukan lahir dari lautan yang tenang. Demikian pula dengan bangsa ini tidak akan menjadi bangsa yang tangguh jika tak mampu menaklukkan segala tantangan, seberat apa pun tantangan itu.

Kini, seperti halnya negara-negara lain di seluruh penjuru dunia, kita sedang menghadapi tantangan berat, superberat. Akibat pandemi covid-19, badai krisis melanda yang bermula dari krisis kesehatan kemudian merambah ke mana-mana.

Krisis ekonomi tak lagi bisa dihindari dan krisis sosial menanti. Sejumlah negara bahkan sudah terperosok ke jurang resesi. Kendati belum masuk kategori resesi, negeri ini juga dalam situasi sangat sulit.

Krisis memang menyusahkan, tetapi di baliknya tersimpan kesempatan bagi kita untuk menjadi bangsa yang gemilang. Ia ialah ujian dan tempaan agar kita tidak menjadi bangsa yang cengeng, bukan bangsa yang rapuh.

Prinsip itu pula yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR-DPD di Gedung Parlemen Senayan, kemarin. Menurut Presiden, akibat wabah korona, kondisi bangsa memang tidak bagus, tetapi bukan berarti kita cukup dengan meratapinya.

Presiden justru menekankan pentingnya kita membajak momentum krisis menjadi kebangkitan baru. Dia menegaskan, inilah saatnya berbenah diri dan menjalankan strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, kebudayaan, hingga kesehatan dan pendidikan.

Tiga kali Presiden menyuarakan pentingnya membajak momentum krisis. Krisis pantang membuat kita pesimistis, apalagi berputus asa, tetapi harus menjadi pemantik untuk melakukan lompatan-lompatan besar. Momentum krisis, kata Presiden, perlu kita bajak untuk menjalankan strategi-strategi besar bangsa. Krisis akibat ekspansi covid-19 ialah momentum untuk mengatasi ketertinggalan dari negara-negara lain.

Kita mengamini bahwa krisis tak boleh menjadi akhir dari eksistensi negeri ini. Namun, semua tergantung pada bagaimana bangsa ini menyikapi.

Krisis bisa membuat bangsa ini semakin tangguh jika kita mau dan mampu membuat terobosan-terobosan baru untuk mengatasi setiap persoalan. Sebaliknya, krisis dapat membuat Republik ini betul-betul terpuruk jika kita bersikap dan bekerja biasa-biasa saja seolah-olah tidak ada apa-apa.

Kita hanya akan mampu melewati krisis jika satu pemahaman dan satu perasaan bahwa situasi memang luar biasa gawat. Dengan begitu, kita semua punya satu kemauan untuk melakukan upaya-upaya luar biasa.

Harus kita katakan, kita belum satu frekuensi, bahkan antara Presiden dan para pembantunya sekalipun. Beberapa kali Presiden mengumbar kemarahan ke ruang publik karena belum semua jajarannya bekerja maksimal.

Mustahil pula disangkal bahwa masih banyak warga masyarakat yang tak acuh dengan upaya bangsa mengatasi krisis akibat pandemi covid-19. Untuk unjuk peran di tingkatan paling dasar saja mereka ogah. Mereka tetap saja abai dengan protokol kesehatan sebagai instrumen paling penting saat ini agar korona tak terus menggila.

Kita sepakat dengan ajakan Presiden untuk membajak momentum krisis demi melakukan lompatan-lompatan besar. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua pihak mesti memahami bahwa saat ini Indonesia sedang dalam kondisi luar biasa sehingga harus bersedia mengubah kebiasaan hidup.

Tanpa kesadaran seluruh anak bangsa, ajakan Presiden akan sia-sia. Jika itu yang terjadi, jangankan lompatan besar, untuk lepas dari krisis saja mungkin kita tidak akan bisa.

 

 

 



Berita Lainnya