Percepat Realokasi APBD Lawan Korona

16/4/2020 05:00

BENCANA tidak pernah datang pelan-pelan. Selalu tiba-tiba. Begitu juga wabah covid-19 yang baru saja ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai bencana nasional. Ia datang amat tiba-tiba dan menyebar dengan kecepatan melampaui yang kita bayangkan. 

Sampai kemarin, 210 negara telah terpapar jangkitan covid-19.Konsekuensinya, kita tak cukup menanggulangi bencana itu hanya dengan langkah biasa-biasa saja. Untuk melawan bencana yang supercepat, kita butuh kecepatan yang sepadan. 

Baik dalam hal penyusunan strategi, kebijakan, maupun eksekusi di lapangan. Kalau menghadapi musuh yang cepat masih mengandalkan business as usual, siap-siap saja jadi pecundang. Yang mesti gerak cepat bukan cuma pemerintah pusat. Pusat memang dirigen dalam orkestrasi peperangan melawan covid-19. 

Akan tetapi, sebagai pemain orkestra, sesungguhnya peran pemerintah daerah juga sangat sentral. Dalam konteks covid-19, fungsi pemerintah daerah penting terutama untuk memutus rantai penyebaran virus, juga meminimalisasi dampak sosial dan ekonomi terkait wabah itu di daerah.

Pada praktiknya, pemain orkestra semestinya mengikuti gerak atau apa pun yang diperintahkan tangan sang dirigen. Pun kecepatannya harus sama. Tidak akan tercipta harmonisasi bila salah satu dari mereka bergerak atau bermain lebih cepat dan yang lain bermain lambat. Sinergi menjadi kata kunci.

Analogi orkestra itu penting kita ingatkan lagi setelah Selasa (14/4) Presiden Jokowi mengaku kesal gara-gara masih ada daerah yang belum menyampaikan laporan anggaran khusus (refocusing dan realokasi anggaran) untuk penanganan virus korona. 

Bahkan lebih banyak lagi daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk jaring pengaman sosial dan penanganan dampak ekonomi akibat covid-19.Padahal sudah dua regulasi dikeluarkan Menteri Dalam Negeri terkait dengan anggaran daerah untuk penanganan covid-19. 

Yang pertama, Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Realokasi APBD untuk Percepatan Penanganan Korona Pemerintah Daerah. Peraturan itu dirilis sekitar dua pekan lalu, tetapi nyatanya tidak banyak pemda yang cepat merespons.

Lalu, Mendagri menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19. Isinya kurang lebih mengulang Permendagri No 20/2020. Salah satu poin yang ditekankan ialah percepatan realokasi anggaran dari pos lain yang kurang prioritas ke penanganan covid-19 di daerah.

Setelah keluar aturan itu, pekan lalu, mulai banyak daerah yang melaporkan refocusing dan realokasi APBD untuk keperluan penanganan korona dan dampak-dampaknya. Sebelum Jokowi melempar kekesalan soal daerah yang lambat merespons, Kemendagri mencatat realokasi APBD untuk penanganan korona baru mencapai Rp55 triliun. 

Akan tetapi, nyatanya masih ada saja yang belum mengindahkan aturan itu.Jika kembali ke analogi orkestra, ketika semua pemain belum kompak, nada-nada yang dihasilkan tentu saja tak akan selaras. Segesit apa pun dirigennya, tidak bakal tercipta harmonisasi irama bila pemainnya tak punya kemampuan, kemauan, dan kecepatan yang sama. 

Cukup beralasan kalau kemudian Jokowi memerintahkan Mendagri dan Menteri Keuangan menegur daerah-daerah yang belum menjalankan instruksi. Namun, apakah cukup dengan menegur? Tentu saja tidak. Pemerintah pusat perlu juga menggali musabab mengapa ada daerah yang gesit, ada pula yang lambat. 

Mungkin tidak semua daerah yang lambat respons itu ingin berlambat-lambat karena faktanya kondisi (anggaran) setiap daerah berbeda. Ada daerah kaya, ada yang tidak. Ada yang punya ruang fiskal luas, tidak sedikit pula yang ruangnya sempit.

Yang sengaja berlambat-lambat, silakan disanksi. Akan tetapi, untuk daerah yang punya kendala fiskal, tampaknya pendekatan persuasif dan kolaboratif akan lebih tepat dilakukan pusat ketimbang hanya menegur dan memberi ancaman sanksi. Itulah yang namanya sinergi. Demi orkestrasi penanggulangan bencana wabah covid-19 yang bergigi dan penuh empati.
 



Berita Lainnya