Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BENCANA tidak pernah datang pelan-pelan. Selalu tiba-tiba. Begitu juga wabah covid-19 yang baru saja ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai bencana nasional. Ia datang amat tiba-tiba dan menyebar dengan kecepatan melampaui yang kita bayangkan.
Sampai kemarin, 210 negara telah terpapar jangkitan covid-19.Konsekuensinya, kita tak cukup menanggulangi bencana itu hanya dengan langkah biasa-biasa saja. Untuk melawan bencana yang supercepat, kita butuh kecepatan yang sepadan.
Baik dalam hal penyusunan strategi, kebijakan, maupun eksekusi di lapangan. Kalau menghadapi musuh yang cepat masih mengandalkan business as usual, siap-siap saja jadi pecundang. Yang mesti gerak cepat bukan cuma pemerintah pusat. Pusat memang dirigen dalam orkestrasi peperangan melawan covid-19.
Akan tetapi, sebagai pemain orkestra, sesungguhnya peran pemerintah daerah juga sangat sentral. Dalam konteks covid-19, fungsi pemerintah daerah penting terutama untuk memutus rantai penyebaran virus, juga meminimalisasi dampak sosial dan ekonomi terkait wabah itu di daerah.
Pada praktiknya, pemain orkestra semestinya mengikuti gerak atau apa pun yang diperintahkan tangan sang dirigen. Pun kecepatannya harus sama. Tidak akan tercipta harmonisasi bila salah satu dari mereka bergerak atau bermain lebih cepat dan yang lain bermain lambat. Sinergi menjadi kata kunci.
Analogi orkestra itu penting kita ingatkan lagi setelah Selasa (14/4) Presiden Jokowi mengaku kesal gara-gara masih ada daerah yang belum menyampaikan laporan anggaran khusus (refocusing dan realokasi anggaran) untuk penanganan virus korona.
Bahkan lebih banyak lagi daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk jaring pengaman sosial dan penanganan dampak ekonomi akibat covid-19.Padahal sudah dua regulasi dikeluarkan Menteri Dalam Negeri terkait dengan anggaran daerah untuk penanganan covid-19.
Yang pertama, Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Realokasi APBD untuk Percepatan Penanganan Korona Pemerintah Daerah. Peraturan itu dirilis sekitar dua pekan lalu, tetapi nyatanya tidak banyak pemda yang cepat merespons.
Lalu, Mendagri menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19. Isinya kurang lebih mengulang Permendagri No 20/2020. Salah satu poin yang ditekankan ialah percepatan realokasi anggaran dari pos lain yang kurang prioritas ke penanganan covid-19 di daerah.
Setelah keluar aturan itu, pekan lalu, mulai banyak daerah yang melaporkan refocusing dan realokasi APBD untuk keperluan penanganan korona dan dampak-dampaknya. Sebelum Jokowi melempar kekesalan soal daerah yang lambat merespons, Kemendagri mencatat realokasi APBD untuk penanganan korona baru mencapai Rp55 triliun.
Akan tetapi, nyatanya masih ada saja yang belum mengindahkan aturan itu.Jika kembali ke analogi orkestra, ketika semua pemain belum kompak, nada-nada yang dihasilkan tentu saja tak akan selaras. Segesit apa pun dirigennya, tidak bakal tercipta harmonisasi irama bila pemainnya tak punya kemampuan, kemauan, dan kecepatan yang sama.
Cukup beralasan kalau kemudian Jokowi memerintahkan Mendagri dan Menteri Keuangan menegur daerah-daerah yang belum menjalankan instruksi. Namun, apakah cukup dengan menegur? Tentu saja tidak. Pemerintah pusat perlu juga menggali musabab mengapa ada daerah yang gesit, ada pula yang lambat.
Mungkin tidak semua daerah yang lambat respons itu ingin berlambat-lambat karena faktanya kondisi (anggaran) setiap daerah berbeda. Ada daerah kaya, ada yang tidak. Ada yang punya ruang fiskal luas, tidak sedikit pula yang ruangnya sempit.
Yang sengaja berlambat-lambat, silakan disanksi. Akan tetapi, untuk daerah yang punya kendala fiskal, tampaknya pendekatan persuasif dan kolaboratif akan lebih tepat dilakukan pusat ketimbang hanya menegur dan memberi ancaman sanksi. Itulah yang namanya sinergi. Demi orkestrasi penanggulangan bencana wabah covid-19 yang bergigi dan penuh empati.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved