Siapkan Regulasi Investasi Data

02/3/2020 05:00

PERUSAHAAN teknologi raksasa dunia ingin berinvestasi di Indonesia. Investasi di fasilitas pusat data. Jakarta dan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur akan menjadi lokasi pembangunan pusat data nasional.

CEO Microsoft Satya Nadella menyampaikan langsung keinginan berinvestasi di Indonesia kepada Presiden Joko Widodo di sela acara Digital Economy Summit 2020, di Jakarta, Kamis (27/2). Sejauh ini Microsoft disebut-sebut akan mengucurkan dana US$1 miliar atau sekitar Rp13,7 triliun untuk membangun pusat data.

Bukan hanya Microsoft, tiga perusahaan teknologi raksasa lainnya, yaitu Amazon, Google, dan Alibaba, juga tertarik untuk berinvestasi di sini.

Ketertarikan mereka bukan semata-mata karena Indonesia memiliki daya pikat, memiliki potensi besar, dan punya ekosistem startup paling aktif di Asia Tenggara.

Nilai ekonomi digital sangat menggiurkan. Pada 2015 nilai ekonomi digital sekitar Rp120 triliun naik menjadi Rp560 triliun pada 2019. Sayangnya, startup dalam negeri masih menggunakan pusat data di luar negeri karena di dalam negeri belum dibangun.

Pembangunan pusat data nasional sangat mendesak dan ketertarikan perusahaan teknologi raksasa dunia untuk berinvestasi memperlihatkan soal kepercayaan. Ternyata, Indonesia masih dipercaya pemilik modal raksasa sebagai negara tujuan investasi.

Kepercayaan investor harus dirawat dengan kesadaran penuh di tengah fenomena investor berbondong-bondong meninggalkan pasar saham akibat wabah covid-19. Ketidakpastian ekonomi akibat covid-19 ikut membuat pasar keuangan global meradang. Investor asing ramai-ramai menarik modal dari pasar investasi portofolio, termasuk di Indonesia.

Salah satu cara untuk merawat kepercayaan investor ialah memastikan stabilitas politik dan kepastian hukum. Berbagai survei menyebutkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil membangun stabilitas politik. Saatnya membangun kepastian hukum, terutama menyiapkan regulasi yang mempermudah ruang gerak investor untuk menanam modal.

Pemerintah memperlihatkan kesungguhan untuk menyiapkan regulasi. Presiden langsung menggelar rapat kabinet terbatas hanya sehari setelah bertemu CEO Microsoft, Nadella. Pada rapat 28 Februari itu, Presiden memerintahkan agar regulasi yang mengatur investasi pusat data rampung satu minggu. Ya, regulasi harus rampung dalam satu minggu.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sanggup meyelesaikan regulasi dalam waktu satu minggu. Regulasi sebanyak 23 pasal itu dalam bentuk peraturan menteri kominfo. Permen itu mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Pemerintah No 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Sekalipun tujuan regulasi yang dibuat dalam waktu satu pekan itu baik untuk kepentingan investasi, prosesnya juga hendaknya menempuh cara-cara yang baik pula. Terbitnya beleid anyar itu harus melalui proses sosialisasi kepada publik. Menteri Plate memastikan akan ada sosialisasi regulasi sebelum disahkan.

Pada saat bersamaan, negara juga harus membangun pusat data pemerintahan. Berdasarkan hasil survei Kemenkominfo 2018, terdapat 2.700 pusat data pada 630 instansi pusat dan pemerintah daerah. Itu artinya, rata-rata terdapat empat pusat data pada setiap instansi pemerintah. Padahal, secara nasional utilisasi pusat data dan perangkat keras hanya mencapai rata-rata 30% dari kapasitas sehingga terjadi pemborosan anggaran.

Sembari menyusun regulasi untuk kepentingan investasi perusahaan teknologi raksasa dunia, pemerintah juga terus mengejar pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dengan DPR. RUU itu menjadi solusi atas banyaknya pengaturan data pribadi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada. Ada 32 regulasi yang mengatur data pribadi.

Peraturan perundang-undangan yang dibuat bukan semata-mata bertujuan membentangkan karpet merah bagi investor. Regulasi dibuat tetap dalam bingkai kepentingan bangsa dan negara terkait dengan kedaulatan data. Tanpa regulasi, negara ini akan kehilangan peluang sosial ekonomi, bahkan keamanan negara terancam karena saat ini data merupakan komoditas bisnis dan data pribadi menyangkut kerahasiaan warga negara.



Berita Lainnya